BELI DI SHOPEE

Selasa, 03 Desember 2013

ODHA Lampung Terus Meningkat

ODHA Lampung Terus Meningkat


ODHA Lampung Terus Meningkat

Posted: 02 Dec 2013 07:15 PM PST

BANDARLAMPUNG – Jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Provinsi Lampung terus mengalami peningkatan cukup signifikan. Berdasar catatan klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hi. Abdul Moeloek (RSUDAM) Bandarlampung, tercatat hingga kini terdapat sekitar 600 ODHA di Lampung.

Sebanyak 214 orang di antaranya kini sedang menjalani terapi antiretroviral (ARV) secara rutin dan teratur di rumah sakit pelat merah ini. Menurut Koordinator VCT RSUDAM Henny Muharawati, ODHA yang menjalani terapi ARV di klinik VCT RSUDAM berasal dari berbagai daerah di Lampung.

Dijelaskan, terhitung sejak Januari–November 2013, penderita HIV berjumlah 119 pasien. Jumlah ini menurun dibandingkan kurun 2012 yang mencapai 221 penderita. ''Namun, diperkirakan jumlahnya akan sama karena sekarang kan baru memasuki November," jelasnya.

Pasangan berisiko tinggi dan pengguna jarum suntik narkoba masih menempati urutan teratas pola penularan HIV. Pada tahun ini, jumlah penderita dengan pola penularan kedua ini masing-masing 47 orang.     

Karena itu, dirinya meminta para ODHA dapat berkonsultasi ke VCT RSUDAM. Semua yang terdata akan menjalani terapi dengan mengonsumsi obat ARV. ''Ketersediaan obat dan peralatan terapi untuk penderita HIV di RSUDAM telah tersedia semua. Jadi tidak perlu harus keluar daerah lagi. Semua biaya juga digratiskan. Kami selalu siap melayani," ujar Heny.

Dijelaskan, ada lima jenis obat ARV yang biasa dikonsumsi ODHA di klinik VCT RSUDAM. Yakni jenis AZT, 3TC, D4T, Nevirapin, dan Evaviren. ''Penderita HIV bukan untuk dijauhi, tapi dirangkul. Penularan HIV tidak semudah yang kita bayangkan. Mereka sama seperti orang normal. Jangan pernah mendiskriminasi penderita ODHA," katanya.

Terpisah, dalam rangka menyambut Hari HIV Sedunia, komunitas perkumpulan masyarakat bersama Wali Kota Bandarlampung Herman H.N. akan melaksanakan beberapa kegiatan di Lapangan Enggal hari ini (3/12). Menurut panitia Hari AIDS Sedunia, Rendi Arga, kegiatan itu meliputi Dance for Life yaitu sebentuk tari persembahan remaja peduli HIV dan gerakan 5 ribu tes HIV gratis.

''Bagi warga Lampung yang ingin mengecek HIV secara gratis, besok (hari ini) datang saja ke Lapangan Enggal. Akan ada pula sosialisasi mengenai HIV dan AIDS," ucapnya. (fbi/p2/c2/fik)

DPP Harus Maksimal

Posted: 02 Dec 2013 07:15 PM PST

BANDARLAMPUNG – Sepinya Pasar Induk Modern Kemiling dari pedagang dan pembeli menuai kritik dari Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (Appindo) Lampung. Organisasi pedagang ini menilai hal tersebut disebabkan Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Bandarlampung tidak bekerja secara maksimal.

    Ketua Appindo Lampung Herman Malano menilai Kepala DPP Bandarlampung Khasrian Anwar adalah orang yang harus bertanggung jawab. Sebab sejak dibangun pada 2008 hingga sekarang, tidak ada inovasi yang dilakukan DPP.

    ''Ya, kepala DPP yang harus tanggung jawab. Karena sudah menjadi tugas instansi yang dipimpinnya untuk mengelola pedagang dan pasar di kota ini. Sementara, itu tidak dilaksanakannya," sesal Herman.

    Pada kesempatan kemarin, dia juga mendesak Khasrian mundur dari jabatannya karena dinilai tidak berhasil mengelola pasar di Bandarlampung.

''Selama ini, kepala DPP tidak pernah berupaya apa-apa. Bagaimana pasar itu mau hidup kalau hanya dibiarkan untuk menunggu matinya. Kami mohon kepada Pak Wali untuk menggantinya," cetus dia.

    Padahal, imbuhnya, banyak hal yang dapat dilakukan untuk menghidupkan Pasar Kemiling. Di antaranya dengan menggelar pameran, mengajak perusahaan-perusahaan, atau membuat Pasar Kemiling untuk menjual satu komoditas.

    ''Banyak yang bisa dilakukan kalau memang mau menghidupkan pasar. Tetapi selama ini, kami tidak pernah dilibatkan. Jadi, kami tidak bisa menyampaikan ide-ide yang ada. Akibatnya ya seperti sekarang," tandasnya.

    Sementara, Wali Kota Bandarlampung Herman H.N. masih berharap Pasar Kemiling bisa diramaikan oleh aktivitas jual-beli antara pedagang dan masyarakat. ''Ya, kami harap pedagang mau jualan di sana. Kan sudah kami gratiskan," ujarnya kemarin.

    Terkait masih sepinya pasar yang dahulunya terminal itu, Herman H.N. menilai karena kaburnya pengembang pasar tersebut sehingga meninggalkan beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan.

    ''Pengembangnya enggak mengurus konsep pasar itu. Mau dibuat jadi apa, enggak dipikirin. Asal bangun saja, dan sekarang pengembangnya kabur," tukasnya.

    Kendati demikian, dia akan berupaya menghidupkan Pasar Kemiling sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Bandarlampung. ''Kami akan upayakan. Akan kami kaji lagi konsepnya seperti apa, supaya pedagang tertarik berdagang di sana," pungkasnya.

Sebelumnya, desakan untuk menghidupkan pasar itu juga disampaikan anggota Komisi B DPRD Bandarlampung Hendra Mukri. Dia menilai Pemkot Bandarlampung terlihat acuh atas kondisi pasar tersebut.

    Hendra mengatakan, pihaknya pernah memanggil DPP untuk mempertanyakan kondisi usang dan sepi di pasar itu. Namun, tidak ada alasan jelas dan tak ada gebrakan yang dimunculkan DPP.

    ''Harusnya pemkot bisa lebih maju dalam mengkaji berbagai persoalan yang muncul. Jangan hanya didiamkan!" tandasnya.

    Seharusnya, pemerintah bisa memprioritaskan program-program yang memang memiliki dampak langsung kepada masyarakat. Ia menilai daripada membangun Pasar Smep, sebaiknya Pemkot Bandarlampung mencoba menghidupkan Pasar Kemiling dahulu.

    ''Kalau seperti ini kan anggaran pembangunan pasar itu jadi percuma. Harusnya ini jadi tanggung jawab pemerintah. Pemerintah harusnya tahu mana yang harus ditindaklanjuti karena ini sudah jadi konsekuensi," jelasnya.

Sebelumnya, Kepala DPP Bandarlampung Khasrian Anwar mengaku sudah berupaya menghidupkan Pasar Kemiling. Namun, semua yang dilakukan belum ada yang berhasil.

Bahkan, lanjut dia, lapak pedagang yang ada di sana sudah diberikan secara gratis kepada warga yang ingin berjualan di Pasar Kemiling. Tetapi tetap saja belum dapat menarik minat masyarakat untuk berjualan. ''Khusus meja atau hamparan, pernah kami gratiskan, tapi tetap belum bisa menarik pedagang," katanya.

Menurut Khasrian, pembangunan pasar memang harus ''kawin" dengan masyarakat. Selama ini, masyarakat lebih suka berbelanja di Pasar Tani karena memang pasar tersebut sudah lebih dahulu ada. ''Tetapi, kami akan berupaya agar pasar ini bisa berkembang dan tidak terbengkalai seperti sekarang," janjinya.

Dia menambahkan, faktor penyebab lainnya adalah proses pembangunan yang belum selesai oleh pemborong. Di beberapa bagian memang terlihat adanya bangunan yang belum diselesaikan. ''Ada beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan, dan kami masih mencari pihak yang mengerjakannya, karena itu jadi salah satu kendala," paparnya. (gyp/p5/c1/whk)

Dewan Bentuk Pansus, Manajemen Siap Berbenah

Posted: 02 Dec 2013 07:13 PM PST

BANDARLAMPUNG – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Lampung terkait carut-marutnya pengelolaan keuangan pada manajemen Perusahaan Daerah Wahana Raharja (PDWR) langsung direspons DPRD Lampung.

    Rencananya, lembaga legislatif ini akan membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK RI perwakilan Lampung dengan tujuan tertentu atas operasional PDWR tahun 2012 dan semester I/2013 yang menemukan banyaknya permasalahan pada manajemen perusahaan itu.

    ''Ya, kami sudah menyepakati membentuk pansus," kata Ketua Komisi III DPRD Lampung Ahmad Bastari kepada Radar Lampung kemarin.

    Menurut dia, PDWR adalah badan usaha milik daerah (BUMD) tertua di Pemprov Lampung. Karenanya, manajemen BUMD itu seharusnya berjalan baik.

    ''Makanya kami cukup kaget dengan LHP BPK tersebut, ternyata manajemennya banyak masalah. Karena itu, kami akan bentuk pansus yang bekerja khusus menindaklanjuti hasil LHP BPK itu," katanya.

    Senada disampaikan Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan. Dia memastikan, pansus segera dibentuk lantaran sudah mendapatkan persetujuan dari para pimpinan dewan. ''Ya, paling lambat pekan ini sudah terbentuk pansusnya. Kami segera meminta kepada masing-masing fraksi untuk merekomendasikan perwakilannya," ujar dia kemarin.

    Lalu, apa langkah DPRD yang akan dilakukan terhadap PDWR? Marwan mengaku belum dapat memastikannya. ''Langkah apa yang diambil nantinya tergantung hasil rekomendasi pansus. Jadi, kita tunggu saja kerja pansus yang dibentuk nanti," pungkasnya.

    Sementara, manajeman PDWR akhirnya angkat bicara terkait hasil temuan pada LHP BPK tersebut. Atas hal itu, Direktur Utama PDWR Anshori Djausal berjanji untuk berbenah.

    ''Ya, rekomendasi lahir agar ada perbaikan ke depan. Atas LHP BPK, saya berupaya memperbaiki semua," janjinya saat ditemui di ruang kerjanya kemarin.

    Terkait tindak lanjut rekomendasi tersebut, Anshori membenarkan belum mengajukannya ke BPK. Pihaknya mengupayakan mengajukan laporan tindak lanjut LHP BPK pekan kedua bulan ini.

''Kami diberi deadline 60 hari sejak keluarnya rekomendasi tersebut. Saat ini, semua sedang proses tindak lanjut. Insya Allah pekan kedua masuk ke BPK," ujarnya.

    Pada kesempatan tersebut, ia membenarkan manajemen PDWR belum memiliki procedure operational system (POS). Hingga saat ini, POS itu masih dalam pembahasan intern.

''POS memang sangat diperlukan agar pengelolaan kegiatan operasional dan keuangan tertib serta terkendali. Kami tengah membentuknya. Ini tidak mudah. Tolong publik dapat memberi waktu, karena saya pun belum lama duduk di jabatan ini," tuturnya.

    Sayangnya, ia seolah tidak merasa terbebani dengan rekomendasi tersebut. Alasan Anshori, BPK tidak menyatakan secara tegas dalam rekomendasi yang ada bahwa amburadulnya manajemen PDWR menyebabkan kerugian negara.

Kendati demikian, adanya penyimpangan tersebut sangat memengaruhi manajemen PDWR yang selama ini menjadi salah satu harapan pendorong PAD (pendapatan asli daerah) Lampung.

    Contoh yang sangat jelas, dengan tidak adanya POS, BPK mengidentifikasi akan menyebabkan pengendalian atas pengelolaan PDWR menjadi lemah dan berpotensi terjadinya penyimpangan. Sebab, wewenang dan tanggung jawab perusahaan tidak jelas.

    Mengenai pengelolaan dan pengamanan aset PDWR yang belum memadai, BPK mengungkap hal tersebut akan mengakibatkan tanah dan inventaris kator berpotensi hilang. Serta membuka peluang penyerobotan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab dan berpotensi sengketa di kemudian hari.

    Khusus mengenai piutang usaha dan piutang mantan karyawan yang tidak tertagih sebesar Rp1,64 miliar, pihaknya terkesan mencari belas kasih gubernur untuk mengikhlaskan sebagian dari jumlah itu.

    ''Kita berupaya menagih piutang yang ada. Kalau memang ada yang benar-benar tidak dapat tertagih, kami meminta petunjuk gubernur. Apakah dapat diputihkan atau bagaimana," pungkasnya.

    Diketahui, carut-marutnya pengelolaan keuangan pada PDWR tergambar dalam LHP BPK RI perwakilan Lampung dengan tujuan tertentu atas operasional PDWR tahun 2012 dan semester I tahun 2013.

Pada LHP BPK perwakilan Lampung Nomor 44/LHP/XVIII.BLP/10/2013 tersebut, perusahaan daerah yang dibentuk berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 1991 itu masih menyimpan banyak permasalahan dalam manajemennya.

Ya, pada LHP BPK itu terungkap, PDWR melaksanakan pengelolaan atas operasional belum sepenuhnya sesuai Undang-Undang (UU) No. 5/1963 tentang Perusahaan Daerah dan perda terkait pendirian PDWR beserta peraturan pelaksanaannya.

Hal yang disorot paling utama, PDWR diketahui belum memiliki procedure operational system (POS) dalam menjalankan kegiatan operasional. Antara lain prosedur pembelian dan penjualan ATK (alat tulis kantor), semen, produksi barang cetakan, pengelolaan jasa portal, pertambangan pasir, pembayaran, penagihan piutang, hingga pengelolan persediaan barang.

PDWR dalam menjalankan kegiatan operasionalnya hanya mengikuti kebiasaan sebelumnya. Padahal, POS penting untuk disusun dan ditetapkan oleh direktur utama agar pengelolaan kegiatan operasional dan keuangan tertib dan terkendali. Tak pelak, pengendalian atas pengelolaan PDWR menjadi lemah dan berpotensi terjadi penyimpangan.

BPK juga mengungkap pengelolaan dan pengamanan aset PDWR belum memadai. Berdasarkan laporan keuangan tahun 2012, saldo aset tetap dan aset lain-lain per 31 Desember 2012 sekitar Rp2,94 miliar. Sedangkan saldo aset tetap dan lain-lain per 30 Juni 2013 menurun menjadi sekitar Rp2,66 miliar. Artinya, saldo tersebut menurun sekitar Rp280 juta.

Hal itu di antaranya disebabkan aset tanah penambangan pasir belum dicatat dalam neraca. Ya, PDWR diketahui memiliki aset penambangan pasir di Bakauheni, Lampung Selatan, seluas 2,73 hektare (ha) dengan nilai perolehan pada 1997 sebesar Rp199,94 juta yang belum dicatat dalam neraca. Beberapa tanah yang dimiliki pun belum didukung bukti kepemilikan yang sah.

Penyimpangan lain, realisasi biaya operasional pembelian ATK dan barang cetakan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp604,1 juta. Berdasarkan hasil pemeriksan atas bukti pembayaran dan catatan perhitungan biaya operasional diketahui pengeluaran tersebut tanpa dilengkapi tanda terima. Masing-masing jasa hantaran ATK sebesar Rp268,83 juta dan barang cetakan Rp335,26 juta.

Kondisi ini diperparah dengan adanya pemotongan atas pembayaran biaya operasional sebesar Rp29,93 juta. Pajak tersebut tidak disetor ke kas negara dengan alasan tak diketahui nama wajib pajaknya.

Uang itu kemudian disetor ke kas perusahan sebagai pendapatan lain-lain. Namun, hal ini menyalahi Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pasal 4 ayat (1), yang mewajibkan keuangan daerah dikelola secara tertib.

Akibatnya, PPh (pajak penghasilan) yang diatur dalam UU No. 36/2008 sebesar 5 persen dari nilai kuitansi tagihan tidak tersetor kepada kas negara. (whk/sur/p5/c1/whk)

Dua Kali Alami Deflasi

Posted: 02 Dec 2013 07:12 PM PST

BANDARLAMPUNG – Sepanjang 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung mencatat Kota Bandarlampung dua kali mengalami deflasi. Yakni pada bulan Mei dan November. Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Lampung Bambang Widjonarko, S.P. mengatakan, pada Mei, deflasi Bandarlampung mencapai 0,40 persen. Sedangkan pada November 0,29 persen.

''Deflasi yang terjadi pada November 2013 membuat Bandarlampung menempati urutan ke-55 dari 66 kota yang diamati perkembangan inflasinya oleh BPS. Dari 66 kota yang diamati, 38 kota mengalami inflasi dan 22 kota deflasi," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar BPS Lampung kemarin.

Dia menerangkan, untuk inflasi tertinggi terjadi di Maumere sebesar 1,54 persen. Sedangkan inflasi terendah di Mataram dan Sibolga masing-masing 0,03 persen. ''Nah, untuk deflasi tertinggi terjadi di Kota Sorong yakni 1,29 persen dan terendah di Kota Bengkulu 0,02 persen," papar Bambang.

Sementara berdasarkan perhitungan inflasi tahun kalender, inflasi tertinggi dialami Pematang Siantar sebesar 11,33 persen dan terendah Gorontalo 4,23 persen. ''Untuk year on year, inflasi tertinggi juga terjadi di Pematang Siantar sebesar 12,58 persen dan terendah Gorontalo 4,80 persen," urainya.

Berdasarkan penghitungan inflasi tahun kalender, inflasi tertinggi (Januari-November) dialami Pematang Siantar, yakni 11,33 persen. Sedangkan inflasi terendah terjadi di Gorontalo sebesar 4,23 persen.

Menurut Bambang, deflasi yang terjadi karena adanya penurunan indeks harga konsumen (IHK) yang ditunjukkan oleh indeks harga pada kelompok bahan makanan turun 1,40 persen; kelompok sandang turun 0,21 persen; serta kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau sebesar 0,22 persen.

Sementara, terdapat pula kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan angka indeks. Yaitu kelompok perumahan, listrik, air, gas, dan bahan bakar 0,54 persen; kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,02 persen; serta kelompok kesehatan 0,01 persen.

''Hanya kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga yang tidak mengalami perubahan indeks," terangnya.

Dia melanjutkan, deflasi Bandarlampung pada November ini didorong dua kelompok pengeluaran. Yakni kelompok bahan makanan yang memberikan andil sebesar 0,39 persen dan kelompok sandang 0,01 persen.

''Beberapa komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah kelapa, pisang, tomat buah, ketimun, daging ayam ras, tomat sayur, cumi-cumi segar, gula pasir, pepaya, dan cabai merah," sebutnya.

Sedangkan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; kelompok kesehatan; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga; serta kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan tidak memberikan andil. (hyt/p4/c1/whk)

Warga Nglurug Kantor Kecamatan

Posted: 02 Dec 2013 07:08 PM PST

Tak Terima Ketua RT Dipecat
BANDARLAMPUNG – Puluhan massa mengatasnamakan warga Rukun Tetangga (RT) 1/Lingkungan I, Kelurahan Tanjunggading, Kecamatan Kedamaian, nglurug ke kantor kecamatan setempat kemarin. Mereka menuntut Camat Kedamaian Rustam Effendi mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 148/26/V.62.VI.116/XI/2013 yang memberhentikan Ketua RT 1 Hartono tanpa alasan jelas.

    Hartono yang dikonfirmasi Radar Lampung di kantor kecamatan mengatakan, ia tidak mengetahui penyebab diberhentikan dari ketua RT. Menurutnya, selama ini ia dan lurah memiliki hubungan yang baik serta selalu mengikuti arahan dan petunjuk kelurahan.

    ''Saya juga enggak paham Mas. Sabtu (30/11), saya terima suratnya. Padahal Jumat (29/11), saya ketemu dengan Pak Lurah, tetapi enggak ngomong apa-apa. Jelas saya kaget," ujarnya.

    Dia mengungkapkan, jika memang ada kesalahan yang dilakukannya, seharusnya ada teguran dahulu sebelum keluarnya SK pemecatan. ''Ya, enggak tahu Mas, selama ini saya juga enggak pernah mendapat teguran dari Pak Lurah atau Pak Camat," ungkapnya.

    Perihal banyak massa yang mendatangi kantor kecamatan, Hartono mengaku tidak mengetahuinya. Sebab, ia hanya memberitahukan kepada beberapa warga soal pemberhentian itu.

    ''Saya memang memanggil warga. Cuma mau memberi tahu kalau mengurus surat-menyurat sudah bukan dengan saya lagi, karena saya telah diberhentikan. Kalau hari ini (kemarin, Red) banyak yang datang, saya kurang paham. Mungkin semacam solidaritas," tuturnya.

    Terpisah, Lurah Tanjunggading Rosbandi memastikan tindakan yang dilakukannya sudah sesuai. Berdasarkan penilaiannya, Hartono sulit diajak kerja sama sehingga menghambat pembangunan.

    ''Ya, saya memang menandatangani SK pemberhentiannya, karena yang bersangkutan tidak bisa diajak kerja sama. Setiap disuruh menagih PBB (pajak bumi dan bangunan) selalu terlambat. Itu sangat menghambat dan banyak hal prinsip lain yang jadi dasarnya," jelas dia.

    Rosbandi menegaskan tidak akan mencabut kembali SK tersebut. Sebab, kata dia, pejabat negara termasuk ketua RT harus taat aturan dan membantu semua program pembangunan yang ada.

    Sementara, Camat Kedamaian Rustam Effendi mengaku belum mengetahui perihal pemberhentian itu. Dirinya yang menemui massa mengatakan segera meluruskan masalah ini.

    ''Saya belum tahu apa masalahnya sampai dipecat. Kami akan klarifikasikan kedua belah pihak. Tetapi jika memang pemberhentian itu karena alasan prinsip, kita akan berhentikan. Tetapi kalau tidak prinsip, SK-nya akan kita cabut lagi," janjinya. (gyp/p5/c1/whk)

Dibayangi Kurang Dana, SJI Angkatan III Digelar

Posted: 02 Dec 2013 07:08 PM PST

BANDARLAMPUNG – Sempat tertunda satu pekan, akhirnya Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) angkatan III tingkat dasar digelar di Balai Wartawan Hi. Solfian Ahmad, Bandarlampung, kemarin. Secara resmi kegiatan yang dilaksanakan mulai 2–14 Desember 2013 ini dibuka oleh gubernur Lampung diwakili Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Setiato.

Ketua PWI Lampung Supriyadi Alfian mengakui tertundanya kegiatan ini dikarenakan kekurangan dana. "Namun, berkat kerja keras pengurus, anggota, dan lainnya, dana yang dibutuhkan terkumpul serta acara ini dapat terlaksana. Bantuan Dinas Pendidikan Lampung juga sangat membantu kami," katanya saat memberikan sambutan pada pembukaan SJI kemarin.

Menurutnya, SJI sangat penting. Karena itu, ia meminta kepada seluruh peserta untuk serius mengikuti materi yang akan disampaikan oleh 17 pengajar. "SJI kali ini diikuti 40 wartawan dari berbagai media cetak dan elektronik di Lampung. Kemudian nantinya ditutup dengan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) untuk tingkat muda, madya, dan utama," ungkapnya.

Ditambahkan, selain SJI, PWI Lampung tahun depan memprogramkan 13 kegiatan di bidang pendidikan. "Kami juga menggelar diklat kehumasan guru, kehumasan untuk pemda di kabupaten/kota, juga berdiskusi dengan guru-guru tentang jurnalistik," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Pendidikan PWI Marah Sakti Siregar dalam sambutannya mengatakan, SJI yang digelar PWI Lampung ini termasuk putaran terakhir pada 2013. "Memang dana terbatas. Kami tidak bisa berbuat apa-apa," katanya.

Hingga 2013, SJI sudah 27 kali digelar di Indonesia. Dari kali pertama digulirkan sejak 2010, SJI telah diikuti oleh sekitar 900 peserta. Sekitar 860 peserta di antaranya dinyatakan lulus dan mendapatkan sertifikat kompetensi.

"Berdasarkan rilis Dewan Pers, dari seluruh perusahaan media yang ada di Indonesia, baru 30 persen saja yang sehat secara perusahaan dan redaksional. Redaksional artinya memiliki wartawan yang profesional dan berkompeten," ucapnya.

Diakui Marah Sakti Siregar, hingga kini masih banyak wartawan yang belum memiliki kompetensi yang cukup. "Ukuran kompetensi wartawan itu, dia telah mengikuti ujian dan memiliki sertifikat. Dua hal itu juga yang akan membedakan wartawan sejati dan bukan," katanya.

Ujian dan sertifikat dapat diperoleh dengan mengikuti pelatihan seperti SJI ini. "Di SJI, wartawan akan dibekali pelatihan jurnalistik secara intens. Mereka yang profesional akan lulus dan bersertifikat," ujarnya.

Dijelaskan, profesionalitas seorang wartawan akan dilengkapi dengan mengikuti UKW yang dilaksanakan oleh Dewan Pers. "Sejak digelar, telah ada sekitar 3 ribu wartawan mengikuti UKW. Kegiatan ini sudah memberikan efek yang positif terhadap dunia pers Indonesia. Sudah ada peningkatan jumlah wartawan yang berkompeten dan profesional," katanya.

Sementara Kadiskominfo Lampung Setiato mengatakan, pemprov memang prihatin dengan masih minimnya perusahaan media yang sehat dan stabil. "Karena itu, saya sangat mendukung dengan adanya pelaksanaan SJI Lampung ini," ungkapnya. (eka/p2/c2/fik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELI DI SHOPEE

New