BELI DI SHOPEE

Jumat, 14 November 2014

Berutang Rp72 Miliar, PDAM Pastikan Tak Pailit

Berutang Rp72 Miliar, PDAM Pastikan Tak Pailit


Berutang Rp72 Miliar, PDAM Pastikan Tak Pailit

Posted: 13 Nov 2014 10:06 PM PST

BANDARLAMPUNG – Manajemen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Way Rilau membantah dalam kondisi pailit meski hingga kemarin (13/11) memiliki utang di Kementerian Keuangan sebesar Rp72 miliar. Penegasan ini disampaikan Direktur Utama (Dirut) PDAM Way Rilau A.Z.P. Gustimego dalam hearing (rapat dengar pendapat) dengan Komisi II DPRD Bandarlampung kemarin.

''Utang itu dari 30 tahun lalu sebelum saya menjabat Dirut PDAM Way Rilau. Kegunaannya untuk membangun jaringan instalasi PDAM di kota ini hingga pembelian lahan di Kelurahan Umbulkunci. Tetapi tetap saya cicil pembayarannya, karena itu risiko saya selaku pimpinan PDAM," tegasnya dalam hearing.

Hingga saat ini, lanjut dia, capaian pelanggan PDAM Wayrilau adalah 35 ribu kepala keluarga (KK), sementara pada tahun lalu mencapai 32 ribu. "Karena itu, kami terus mencicil hutang itu. Dan pada dasarnya kami baik dan telah maksimal," tandasnya.

Sementara, Direktur Keuangan PDAM Rismon Mirza menjelaskan, setiap tahunnya ada pemeriksaan neraca rugi laba dari  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Lampung terhadap perusahaannya.

Menurut dia, perusahaannya juga pernah di audit oleh akuntan publik dan hasilnya PDAM Wayrilau selalu untung. "Nah. pada 2014 ini belum tergambar keuntungannya, tetapi insya Allah baik, buktinya kas kami ada Rp9 miliar. Jadi, kami tidak pailit," jelasnya.

Dia menjelaskan, utang PDAM Wayrilau di Kementrian Keuangan (Kemenkeu) itu ada sejak awal berdiri sekitar tahun 1980-an dengan peruntukan pembangunan saluran air dan beberapa prasarana penunjang PDAM. 

Utang tersebut, lanjut Rismon, memang terus bertambah dikarenakan adanya bunga 9 persen dan denda 11 persen jika cicilan pembayaran telat. "Tetapi, hampir semua PDAM di negara ini berutang. Pastinya, kalau PDAM telat bayar, maka PDAM membayar denda dan bunganya dulu," ucapnya.

Dia mengakui, suku bunga tersebut amat berat dikarenakan lebih besar dari bunga Bank Indonesia (BI). Menurutnya, hingga kemarin, PDAM Wayrilau sudah menyicil utang tersebut sebesar Rp20 miliar.

Rismon berharap, utang tersebut dihapuskan pemerintah pusat, terlebih pada massa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakli Presiden Jusuf Kalla (JK) pernah tercetus akan menghapuskan utang seluruh PDAM di Indoneisa, namun hingga kemarin janji itu belum terealisasi. "Mudah-mudahan Pak JK ingat janji itu," harapnya.

Dia menambahkan, anggaran operasional di PDAM saat ini diperuntukan untuk menambal pipa yang bocor karena termakan usia, sedang untuk operasional kegiatan anggaran yang digunakan untuk gaji karyawan sekitar Rp1 miliar, operasional industri Rp1 miliar. "Nah kalau dapat Rp3 miliar lebih, kan untung," urainya.

Sementara, anggota Komisi II Nu'man Abdi mengatakan, pihaknya tidak mengetahui  asal usul utang, namun kalau dilihat dari utang sebesar itu, bisa dikatakan PDAM merugi.

"Berdasarkan surat dari Kemenkeu utang PDAM hanya sekitar Rp23 miliar saja. Nah, untuk saat ini kami masih pelajari perhitungannya bagaimana. Jika memang sudah ada kejelasan, baru akan kita panggil lagi jika ada kesalahan," pungkasnya. (abd/p2/c1/whk)

Belum Ditempati, Plafon Sudah Jebol

Posted: 13 Nov 2014 10:05 PM PST

BANDARLAMPUNG - Bangunan bernilai miliaran rupiah di Kota Baru, Jatiagung, Lampung Selatan, terancam menjadi bangunan tua tidak berharga. Terlebih setelah Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo memastikan mengikuti instruksi Presiden Joko Widodo untuk tidak melakukan pembangunan gedung baru.

    Belum mangkrak, kerusakan pun sudah terlihat di kantor baru gubernur yang nilainya mencapai Rp109 miliar itu. Yakni dianggarkan pada 2013 Rp71,92 miliar dan di 2014 Rp38,56 miliar.

    Saat ini proses pembangunan tengah dikebut penyelesaiannya oleh PT Ratu Citra Bahari, pemasangan genteng, jendela, pintu dan finishing beberapa bagian tengah dilakukan.

    Namun, meski kantor ini bernilai ratusan miliar, plafon kantor terlihat sudah rusak. Terdapat bagian yang patah dan hampir terbelah. Hal serupa juga terlihat di bagian luar gedung. Triplek yang digunakan tampak rapuh.

    Meski demikian, saat Radar Lampung menyambangi tempat ini kemarin (13/11) terdapat kiriman 6 unit standing  AC dan 13 unit AC. Lalu sejak awal bulan lalu, kawasan ini pun telah dijaga Satpol PP. sebanyak 12 orang melakukan penjagaan. Terdapat 3 regu yang melakukan penjagaan.

    Pembangunan lainnya yang terlihat terhenti adalah pembangunan masjid agung. Untuk proyek ini dikerjakan PT Krakatau Mandiri Makmur dengan anggaran Rp4,985 miliar.  Bangunan itu telah terlihat selesai dibangun mejadi dua lantai, rangka atap baja telah terpasang. Lalu terlihat tumpukan material di dalam bangunan. Aktivitas pekerja sudah tak terlihat lagi di sini.

    Lalu untuk pembangunan Gedung DPRD, dengan nilai Rp13,25 miliar dikerjakan oleh PT Harapan Jejama. Untuk bangunan ini baru rangka-rangka bangunan yang telah selesai. Terlihat beberapa pekerja yang tengah memasang atap. (eka/p4/c1/adi)

Buktikan Secara Hukum!

Posted: 13 Nov 2014 10:05 PM PST

BANDARLAMPUNG – Sikap PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang akan tetap mengukur dan mendata aset milik mereka berupa lahan dan bangunan di sepanjang bantaran rel menuai sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya dari pengamat hukum agraria asal Universitas Lampung F.X. Sumarja. Menurut dia, PT KAI harus benar-benar bisa membuktikan jika memang lahan yang sudah ditempati warga tersebut milik mereka.

Terlebih, kata dia, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah diatur bahwa lahan pemerintah bisa diajukan oleh masyarakat kepemilikannya apabila sudah menempatinya selama sekitar 20 tahun dan tidak dimiliki siapa pun.

"Ya, itu bisa. Dengan catatan, tanah itu benar-benar murni milik negara dan tidak ada kepemilikan. Tetapi, jika tanah itu milik instansi pemerintahan atau badan, ya tidak bisa," jelasnya.

Dia menjelaskan, aturan yang berlaku saat ini adalah UU Pokok Agraria, yang isinya tertuang jika dalam waktu yang ditentukan tanah tersebut bisa diakui milik negara. "Nah, terkait masalah ini, PT KAI harus bisa membuktikan terlebih dahulu secara detil bahwa memang lahan tersebut memang milik perusahaan itu. PT KAI pastinya tidak bisa ujug-ujug langsung mengaku tanah itu milik mereka," kata dia.

Menurutnya, pemberitahuan pun penting dilakukan ke masyarakat secara detil agar masyarakat bisa mengerti dan memahami dan tidak bertanya-tanya kemudian menimbulkan efek yang tidak diinginkan.

"Melalui pendekatan yang fungsional terhadap masyarakat, diberitahukan secara detil dasar-dasar hukumnya yang jelas agar masyarakat tidak bertanya-tanya apakah benar aset tersebut memang milik PT KAI. Masyarakat juga harus memahami dan tidak cepat terprovokasi oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk memanfaatkan keuntungan," sarannya.

Diketahui, kendati warga yang tinggal di dekat bantaran rel kereta api Bandarlampung memastikan melawan, PT KAI bergeming dengan keputusannya. Ya, perusahaan pelat merah ini menyatakan bakal tetap mengukur dan mendata aset yang diklaim milik mereka.

Manajer Humas PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang Muhaimin mengatakan, apa yang dilakukan pihaknya bukan tanpa dasar. Terlebih, hal tersebut merupakan instruksi pusat. Berbagai dasar yang menguatkan adalah Surat Menteri Keuangan Nomor 8-11/MK.16/1994 tanggal 24 Januari 1995 tentang Penatausahaan dan Pengamanan Tanah-Tanah Milik Perumka yang diuraikan dalam Grondkaart. Kemudian Surat KPK Nomor R-1027 H/01-12/3/2009 perihal Tindak Lanjut Penertiban Barang Milik Negara.

''Nah kemudian ada juga SE Menneg BUMN Nomor SE-09/MBU/2008 tanggal 23 Mei 2008 dan 25 Mei 2009 tentang Penertiban Aset BUMN. Lalu SE Menneg BUMN Nomor S-155/MBU/2012 tanggal 27 Maret 2012 tentang Larangan Hibah Aktivas Tetap BUMN. Dan yang terakhir Instruksi PT KAI No. 18/JB.301/KA-2010 tanggal 17 Mei 2010 tentang Penertiban Aset Tanah dan Bangunan Milik PT KAI. Nah, atas dasar ini kami melakukan itu," tegasnya, Rabu (12/11). (abd/p2/c1/whk)

Capaian PAD Baru 75 Persen

Posted: 13 Nov 2014 10:04 PM PST

BANDARLAMPUNG – Wali Kota Bandarlampung Herman H.N. sepertinya harus menggenjot kinerja jajarannya. Terutama yang kinerjanya berhubungan dengan pencapaian pendapatan asli daerah (PAD). Sebab, PAD Bandarlampung hingga kemarin baru mencapai 75 persen. Dari target Rp465 miliar, pada triwulan keempat ini baru tercapai sekitar Rp348,75 miliar.

Capaian PAD tersebut di antaranya pajak hotel dari target Rp16 miliar tercapai Rp12,96 miliar atau baru 81 persen. Kemudian untuk pajak restoran dari target Rp22 miliar tercapai Rp19,8 miliar atau sekitar 90 persen.

Lalu Pajak Penerangan Jalan (PPJ) dari target Rp69,6 miliar tercapai Rp61,25 miliar atau sekitar 88 persen, Pajak hiburan dari target Rp7,7 miliar tercapai Rp5,93 miliar atau sekitar 77 persen, pajak reklame dari target Rp22 miliar baru tercapai Rp19,36 miliar atau sekitar 88 persen dan PBB dari target Rp85 miliar baru tercapai Rp42,85 miliar atau 50,41 persen.

"Meski masih 75 persen, tapi ada peningkatan. Dan juga memang, kita juga akan koordinasi lewat Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) untuk menggenjot ini," kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bandarlampung Tresno Andreas kemarin (13/11).

Dia mengaku optimis, sebab berdasarkan pada tahun sebelumnya, di akhir tahun, tren PAD bisa lebih meningkat. "Karena biasanya, ada tren sejumlah potensi PAD yang cenderung mengalami peningkatan cukup baik pada akhir tahun," paparnya.

Dia melanjutkan, pihaknya sudah mengadakan rapat dengan seluruh satuan kerja terkait penekanan PAD ini. "Ya kita rapat evaluasi, karena kan capaian PAD kita belum mencapai 80 persen. Namun kita optimis pada akhir Desember akan tercapai target PAD-nya," ungkapnya.

Dia menambahkan, apabila PAD tidak mencapai target, ditakutkan adanya beberapa kegiatan pemerintah yang tidak terbayarkan. "Kalau enggak tercapai, bisa saja ada beberapa kegiatan yang tidak terbayarkan. Namun kita tetap optimis (capai target). Minimal mendekati targetlah sesuai dengan APBD Perubahan 2014. Tetapi juga, kita harapkan over target," pungkasnya.(abd/p2/c1/whk)

Realisasi PKB Capai 85 Persen

Posted: 13 Nov 2014 10:03 PM PST

BANDARLAMPUNG - Target pajak kendaraan bermotor (PKB) 2014 sebesar Rp560 miliar. Hingga 12 November, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Lampung mencatat realisasi pajak ini telah mencapai Rp476,883 miliar atau 85,16 persen dari target.

    Kemudian untuk bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), Pemprov Lampung menargetkan Rp716 miliar dan telah terealisasi Rp622,236 miliar atau 86,61 persen.     Dispenda Lampung yakin target tersebut tercapai di akhir tahun ini yang masih menyisakan sekitar dua bulan lagi.

    Menurut Kepala Bidang Pajak Dispenda Lampung, Endang Sudharma, pihaknya telah mengupayakan untuk mencapai target tersebut. Tidak tercapainya target di tahun lalu menurutnya tidak akan terulang. Diketahui pada 2013, realisasi PKB hanya 95,48 persen. Sementara sejak 2007 hingga 2012 realisasi pajak ini melebihi 100 persen.

    Ia menjelaskan jumlah kendaraan yang ada di Lampung per Desember 2013 yang membayar pajak ada  1,4 juta unit. Yakni roda dua 996 ribuan unit dan roda empat 164 ribuan unit. Lalu kendaraan baru mencapai 202 ribuan unit dan yang mutasi 57 ribuan unit.  

    "Kalau untuk tahun ini kita belum tahu, akhir tahun biasanya dapat dideteksi laporannya secara detail. Berapa yang membayar pajak, berapa yang mutasi dan berapa kendaraan yang baru," paparnya.

    Cara lain yang telah ditempuh untuk memaksimalkan PAD ini adalah program pemutihan yang dilakukan beberapa waktu lalu. dari program tersebut pemprov mendapatkan PAD Rp23 miliar

    Beberapa waktu lalu DPRD Lampung pun menilai pendapatan provinsi dari sector tersebut dapat lebih tinggi lagi. Bahkan DPRD menilai masih banyak yang belum tertarik pajaknya dengan maksimal. Dispenda Provinsi Lampung pun diminta untuk terus menggenjot pendapatannya.

    Anggota DPRD Lampung Ikhwan Fadil Ibrahim mengatakan target tersebut memang besar, namun belum maksimal mengingat jumlah kendaraan di Lampung terus meningkat. Daya beli masyarakat baik kendaraan roda empat, dua, dan sebagainya terus meningkat. jutaan motor dan mobil tersebar di Lampung. ribuan bahkan ratusan ribu kendaraan bermotor baru setiap tahunnya muncul.

    "Kita bandingkan saja dengan Sumatera Barat, jumlah penduduk di sana lebih sedikit, tapi pendapatannya dari sector tersebut lebih besar hampir lima puluh persen dari Lampung," kata politisi Partai Gerindra ini.

    Menurutnya Dispenda Lampung belum memiliki data yang akurat tentang jumlah kendaraan bermotor yang ada di Lampung yang merupakan wajib pajak.  "Potensi pajak kendaraan bermotor itu bisa mencapai minimal satu triliun. Sementara target saat ini baru 50 persennya. Bayangkan jika potensi pajak itu bisa diperoleh dengan didukung dengan data yang tepat, maka provinsi ini akan mendapatkan tambahan PAD cukup besar hanya dari pajak kendaraan bermotor saja," lanjutnya. (eka/c1/adi)

 

 

Harga Tanah Masih Stabil

Posted: 13 Nov 2014 10:02 PM PST

PENGHENTIAN pembangunan Kota Baru oleh Pemprov Lampung tidak memengaruhi harga jual tanah di sekitar lokasi. Harga tanah masih seperti biasa atau stabil. Hal ini diungkapkan Marokib, warga Desa Margorejo, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan. Menurutnya, meski pemprov menghentikan pembangunan Kota Baru, hal itu tidak berpengaruh terhadap harga tanah.

    ''Harga tanah tidak berpengaruh terhadap penghentian pembangunan Kota Baru. Dahulu harga tanah masih murah, per hektare Rp30 juta–Rp40 juta. Sekarang tanah di pinggir jalan saja per hektare ditawar hingga Rp2 miliar. Apalagi jalannya sudah bagus," katanya kemarin (13/11).

    Marokib menambahkan, sekarang masih banyak yang mencari tanah. ''Banyak dikavelingin malah. Satu kaveling ukuran 135 m2–150 m2 bergantung tempat ada yang Rp25 juta. Dahulu waktu masih murah, satu rante atau 400 m2 paling Rp1,5 juta–Rp2 juta,'' ujarnya.       

    Sebelumnya, DPRD Lampung mempertanyakan penghentian pembangunan Kota Baru. Penghentian ini dinilai melanggar Peraturan Daerah (Perda) No. 2/2013 yang telah disahkan DPRD Lampung.

    Ketua DPRD Lampung Dedi Afrizal mengaku segera meminta penjelasan kepada Gubernur M. Ridho Ficardo terkait rencana penghentian ini. ''Kita juga akan lihat dan kaji dengan komisi terkait. Pembangunan ini kan sudah dilaksanakan. Kalau belum, bisa saja di-pending. Kalau sudah dibangun, sudah ada anggaran. Aset pun sudah masuk. Jika kita hentikan, ya investasi yang sudah ditanam bisa sia-sia. Rusak begitu saja," ungkapnya, Selasa (11/11). (sya/p4/c1/adi)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELI DI SHOPEE

New