BELI DI SHOPEE

Jumat, 21 November 2014

Semakin Menumpuk

Semakin Menumpuk


Semakin Menumpuk

Posted: 20 Nov 2014 11:32 PM PST

BANDARLAMPUNG - Miris. Pasir pesisir pantai di Kampung Sukaraja, Bumiwaras, Telukbetung Selatan, sudah tertutup tumpukan sampah. Sampah plastik hingga rumah tangga berserakan di bibir pantai. Kondisi ini tentu saja kontras dengan program pemerintah yang bertujuan memaksimalkan potensi maritim. Menurut nelayan setempat, Jainudin (56), sampah di pantai yang terletak di belakang Puskesmas Sukaraja tersebut memang sudah lama tak dibersihkan.

''Memang kotor sekali Mas. Sampah ini masalah bertahun-tahun, dari saya kecil hingga kini berusia 56 tahun," kata dia kemarin.

Menurutnya, sekitar lima tahun lalu, pesisir Sukaraja pernah dibersihkan oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Bandarlampung. Saat itu, DPU tengah membangun talut di pinggir pantai. ''Sebanyak 25 truk pernah mengangkut sampah dari sini. Terus diuruk pasir. Dan saat itu terlihat bagus dan indah," kenangnya.

Tetapi, menumpuknya sampah di pesisir Sukaraja saat ini membuat semakin sulit dibersihkan. ''Di sini mah sampah yang udah nyangkut nggak bisa keluar lagi. Itu terjadi bertahun-tahun," pungkasnya.

Pantauan wartawan koran ini, tumpukan sampah juga menyulitkan kapal nelayan bersandar. Tak hanya itu, ikan yang terjaring juga sudah bercampur sampah.   

Bagas (15), nelayan lainnya, mengatakan, sampah yang menumpuk di pesisir Sukaraja berasal dari sejumlah sungai. Seperti Kali Kuala dan Kali Kunyit. Jika air pasang, sampah-sampah kiriman itu naik hingga bibir pantai.

''Selalu ada sampah tersangkut di jaring. Padahal, bibir pantai ini pernah ditumpuk pasir, serta sampah dibersihkan dan diangkut menggunakan truk," keluh dia. (cw12/p2/c1/wdi)

 

Kopi Mendunia, Eksporter Malah Menjerit

Posted: 20 Nov 2014 11:30 PM PST

Pemprov Lampung Janji Buat Pergub
BANDARLAMPUNG - Pemprov Lampung berjanji membahas naskah peraturan gubernur (pergub) terkait pengembangan eksporter kopi Lampung dengan satuan kerja terkait. Kepala Biro Perekonomian Lampung Farizal B.Z. mengatakan, untuk sementara ini masih dilakukan pembahasan naskah pergub tersebut.

''Kita rapat koordinasi antara satker terkait pengelolaan dan kesejahteraan petani kopi tersebut. Tentunya untuk pembuatan regulasi ini membutuhkan proses dan waktu yang cukup panjang," kata dia.

Dijelaskan, untuk pembahasan ini dimulai bulan depan. Mengingat selain masih dalam pembahasan di tingkat satuan kerja, pemprov juga masih melakukan persiapan untuk kedatangan Presiden Jokowi, Desember mendatang.

    Ia mengatakan, saat ini satuan kerja terkait yakni Dinas Perkebunan, Biro Hukum, dan beberapa pihak terkait sedang dalam pembagian tugas untuk memberikan acuan draf pergub tersebut.

''Dinas Perkebunan saat ini sudah dalam tugasnya untuk mengadakan evaluasi dan tinjauan ke lapangan. Agar nantinya bisa dibuatkan dan mengajukan naskah pengajuan pergub tersebut," katanya.

Lampung diakui oleh Indonesia dan dunia sebagai daerah penghasil kopi dengan kualitas terbaik. Namun sayangnya, hal ini tak sebanding dengan kesejahteraan petani kopi.

    Tak hanya itu, eksporter kopi di Lampung bahkan makin terjepit dengan banyaknya buyer dari luar negeri yang melakukan pembelian langsung ke petani dengan harga yang lebih murah. Oleh sebab itu, untuk melindungi petani dan eksporter kopi, Pemerintah Provinsi Lampung tengah menyusun regulasi.

    Lalu untuk mengetahui kondisi perkebunan kopi Lampung, wakil Gubernur, Bachtiar Basri bulan depan dijadwalkan akan melakukan kunjungan ke perkebunan kopi milik AEKI di Hanakau, Liwa, Lampung Barat.

    Ketua Rencana Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Eksporter Kopi Indonesia (AEKI) Lampung Muchtar Lutfie mengatakan memang untuk permasalahan kopi di Lampung tak sebatas produktivitasnya yang masih rendah serta taraf hidup ekonomi petaninya yang belum sejahtera. Namun juga diikuti belum mampunyai eksporter kopi di Lampung untuk menetapkan harga sendiri. meskipun volume ekspor kopi selalu meningkat.

    Hingga saat ini memang untuk harga masih tergantung dengan terminal di London. "Ya kita sebagai penjual justru tidak bisa menentukan harga. Mereka yang tentukan," katanya.

    Untuk volume ekspor menurutnya memang tiga kali lipat dari produksi. Sebab kopi yang di ekspor, kopi Robusta, bukan hanya berasal dari Lampung, ada dari Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. volumenya mencapai 80 persen dari total ekspor kopi di Indonesia. bahkan Sumatera ini menyuplai kopi ke Pulau Jawa.

    Lebih lanjut ia mengatakan, kondisi perkebunan kopi di Lampung memang terkesan stagnan. Saat ini perkebunan kopi di Lampung tidak bisa diperluas, yang dapat dilakukan adalah memperbaikinya. "Ditanam bibit yang unggul, lalu cara budidaya nya juga harus diperbaiki, kemudian petaninya mau terbuka untuk menggunakan teknologi terbaru," kata Muchtar.

    Menurutnya terkait budidaya kopi ini, beberapa petani telah melakukan terobosan, seperti di Lampung Barat, ada perkebunan petani yang mampu menghasilkan 2 hingga 4 ton per hectare, namun ini memang belum merata. Lalu di desa Fajar Bulan juga ada petani yang membuat kebun percobaan yang ditanami 500 batang kopi, saat panen hasilnya mencapai 1 ton, jika sehektare diperkirakan bisa mencapai 3 hingga 4 ton. (red/c1/ary)

Ditanya Nominal, Sekprov Pusing

Posted: 20 Nov 2014 11:29 PM PST

BANDARLAMPUNG – Hingga saat ini, Pemprov Lampung belum memberitahukan besaran angka yang dikucurkan untuk biaya pemeliharaan perawatan Kota Baru. Sekretaris Provinsi (Sekprov) Lampung Arinal Djunaidi mengatakan, hingga saat ini belum dilanjutkannya pembangunan Kota Baru tersebut dikarenakan masih menunggu pelepasan hak. Menurutnya, setelah ada kejelasan tersebut, pihak pemprov baru mulai kembali menata.

Untuk itu, dia mengatakan pemprov harus merawat aset yang ada. Tidak terkecuali pembangunan sementara Kota Baru tersebut. Namun demikian, hingga saat ini pihaknya belum mau memberitahukan secara rinci berapa pos anggaran yang disediakan untuk perawatan Kota Baru tersebut.

Ketika ditanya apakah anggaran perawatan itu mencapai miliaran, dia enggan memberikan komentar lebih. ''Ya secukupnya saja. Tidak sampai segitu lah. Yang penting kan tanggung jawab kita untuk benar-benar merealisasikan," kata dia.

Ia melanjutkan, nominal angka harusnya tidak dipermasalahkan. Karena jika memang nanti implementasinya tidak sesuai, maka hal tersebut akan menjadi tanggung jawab pemprov kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

''Mengapa mesti mempermasalahkan angka? Angka ini kan sensitif. Nah kalau memang tidak sesuai kan menjadi pertanggungjawaban kami kepada BPK. Kembali lagi, yang paling penting itu bagaimana kita melihat implementasinya nanti," pungkasnya.

Sebelumnya, kerusakan yang mulai terjadi di bangunan di Kota Baru masih tanggung jawab pengembang yang melakukan pekerjaan pembangunan. Mengingat pekerjaan yang dilakukan pun belum selesai.

    Setelah penyerahan pada Desember mendatang, pengembang masih memiliki waktu hingga enam bulan ke depan. Di masa pemeliharaan, mereka bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi.

    Menurut Kepala Dinas Permukiman dan Pengairan Provinsi Lampung Robinsyah, pembangunan hanya dilakukan di tahun ini. Tahun depan, pemprov hanya menganggarkan dana untuk pemeliharaan.

    ''Nanti kita serahkan ke Biro Perlengkapan dan Aset. Mereka yang melakukan pengawasan dan penjagaan," tegasnya.

    Ia mengatakan, kerusakan yang terjadi akan diperbaiki. Robin memastikan material yang digunakan dalam pembangunan sesuai spesifikasi dan menggunakan material bangunan dengan kualitas terbaik.

    Sementara untuk penjagaan kawasan Kota Baru, sejak awal bulan ini Pemprov Lampung mengerahkan Pol PP.  Mereka bertugas untuk menjaga 1300 ha lahan yang ada di sana berikut bangunannya.

Terlebih masih banyak bahan material yang tertumpuk di bangunan yang belum selesai dikerjakan. Seperti kayu-kayu untuk pembangunan balai adat yang berdasarkan informasi didatangkan langsung dari Jambi.

Diketahui berdasarkan pantauan Radar Lampung kerusakan terlihat di kantor baru Gubernur yang nilainya mencapai Rp109 miliar. Yakni dianggarkan pada 2013 Rp71,92 miliar dan di 2014 Rp38,56 miliar. Saat ini proses pembangunan tengah dikebut penyelesaiannya oleh PT Ratu Citra Bahari, pemasangan genteng, jendela, pintu dan finishing beberapa bagian tengah dilakukan.

Namun meski kantor ini bernilai ratusan miliar, plafon kantor terlihat sudah rusak. Terdapat bagian yang patah dan hampir terbelah. Hal serupa juga terlihat di bagian luar gedung. Triplek yang digunakan tampak rapuh. Meski demikian, saat Radar Lampung menyambangi tempat ini kemarin terdapat kiriman 6 unit standing  AC dan 13 unit AC.

Pembangunan lainnya yang terlihat terhenti adalah pembangunan masjid agung. Untuk proyek ini dikerjakan PT Krakatau Mandiri Makmur dengan anggaran Rp4,985 miliar.  Bangunan itu telah terlihat selesai dibangun mejadi dua lantai, rangka atap baja telah terpasang. Lalu terlihat tumpukan material di dalam bangunan. Aktivitas pekerja sudah tak terlihat lagi di sini.

Lalu untuk pembangunan Gedung DPRD, dengan nilai Rp13,25 miliar dikerjakan oleh PT Harapan Jejama. Untuk bangunan ini baru rangka-rangka bangunan yang telah selesai. Terlihat beberapa pekerja yang tengah memasang atap. (red/c1/ary)

 

Ramai-Ramai Lapor LBH

Posted: 20 Nov 2014 11:29 PM PST

BANDARLAMPUNG – Sengketa PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan warga berlanjut. Kali ini giliran puluhan warga Kampung Tempel, Kelurahan Sawahbrebes, Tanjungkarang Timur, mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung kemarin.

Sedikitnya 60 warga yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Masyarakat (FKM) Sawahbrebes meminta perlindungan hukum. Warga meyakini dalam waktu dekat PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang melakukan penertiban di lahan yang mereka tempati.

Warga juga menyerahkan surat kuasa kepada LBH Bandarlampung. Surat itu isinya meminta bantuan LBH memperjuangkan tuntutan warga. Menurut Ketua FKM Robert Gultom, surat kuasa itu mewakili 139 kepala keluarga yang merasa terintimidasi rencana penertiban oleh PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang.

    ''Untuk keseluruhannya ada 139 KK (kepala keluarga). Namun, yang bisa hadir 60-70 warga," tandasnya di kantor LBH.

Menurut Robert, pihaknya juga datang ke LBH untuk menjelaskan sejarah Kampung Tempel. Ia sangat berharap LBH Bandarlampung mau mendampingi warga. ''Karena kami menilai tanah yang kami duduki itu status quo," katanya.

Hendro Sutiyono, warga Kampung Tempel lainnya, bahkan berharap mendapat sertifikat tanah. Selain itu, ia juga meminta agar ada pembatalan surat perjanjian tertanggal 13 Juni 2014. Surat perjanjian antara PT KAI dan warga Kampung Tempel itu memuat 24 pasal. Menurutnya, pasal-pasal tersebut sangat memberatkan warga.

''PT KAI sudah lama menyodorkan surat perjanjian sewa-menyewa kepada kami. Tetapi ada warga yang bayar, ada juga yang tidak mau, karena memang dalam perjanjian sewa-menyewa itu memberatkan kami," katanya.

Ketua LBH Bandarlampung Wahrul Fauzi menyatakan siap mendampingi warga. ''Bukan hanya mendampingi, hal ini harus ada kepastian hukum dan  kenyamanan untuk masyarakat yang berada di lokasi sengketa," tegas dia.

Karenanya, LBH Bandarlampung menunjuk anggotanya Candra Muliawan untuk mendampingi warga. Candra sendiri meminta warga segera mengumpulkan data-data kelengkapan guna menghadapi proses hukum. ''Secara prinsip, masalah ini kita respons dengan baik. Karena isunya hampir seluruh Indonesia, yaitu PT KAI melakukan penggusuran di setiap daerah," kata dia.

Terpisah, Manajer Humas PT KAI Muhaimin mengatakan, pihaknya juga tengah menjadwalkan pertemuan dengan warga Sawahbrebes. Pertemuan itu dimaksudkan sebagai sosialisasi rencana penertiban oleh PT KAI. ''Nanti kita undang warga, RT, pamong, camat, dan pihak kepolisian setempat untuk menyosialisasikan penertiban yang akan kita lakukan," katanya.

Muhaimin juga menilai langkah warga minta perlindungan ke LBH adalah langkah yang wajar. Karenanya, PT KAI tak melarang warga untuk mengadu ke LBH.

Beberapa waktu lalu Heru Kuswanto, Vice President PT. KAI Sudivre III.2 Tanjung Karang berkilah pihaknya saat ini tidak melakukan penertiban secara fisik.  Akan tetapi, hanya melakukan pendataan aset saja sesuai dengan Surat Kementrian Keuangan nomor 8-11/MK.16/1994 tanggal 24 januari 1995 tentang penata usahaan dan pengamanan tanah-tanah milik perumka yang tengah diuraikan dalam Grondkart.

"Ini yang salah persepsi dari masyarakat, untuk kasus di kampung sawah brebes, sampai saat ini kami belum ada rencana untuk penggunaan lahan. Akan tetapi, cuma melakukan maping saja karena kita menyesuaikan dengan Grondkart. Semuanya kan tertuang disitu," terangnya.

Ia mengatakan hal ini juga dilakukan sesuai dengan perubahan AD ART PT KAI pada tahun 2012 lalu yang salah satu isinya menyatakan, bisnis PT KAI bukan hanya di bidang angkutan saja, akan tetapi masalah pengoptimalan lahan. (cw12/p2/c1/wdi)

 

612 PNS Raih Penghargaan

Posted: 20 Nov 2014 11:29 PM PST

BANDARLAMPUNG – Ratusan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung diganjar penghargaan Satya Lencana Karya Satya. Penghargaan itu diberikan langsung Wali Kota Herman H.N. kemarin. Total 612 PNS berhak menerima penghargaan bergengsi tersebut. Kategori penghargaan itu terbagi atas masa bakti 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun.

    Penghargaan Satya Lencana Karya Satya pengabdian 30 tahun diberikan kepada 297 PNS. Sementara, 243 PNS mendapat penghargaan yang sama untuk masa pengabdian 20 tahun. Sisanya diganjar Satya Lencana Karya Satya pengabdian 10 tahun.

    Sejumlah pejabat pemkot juga masuk daftar penerima penghargaan. Di antaranya Asisten III Bidang Kesra Saat Asnawi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah M. Umar, Kepala Dinas Tata Kota Effendi Yunus, serta Camat Tanjungkarang Pusat Maryamah.

    Wali Kota Herman H.N. berharap para PNS pemkot dapat maksimal melayani warga kota. Selain itu juga tak gentar akan kritik. Sebab, menurutnya, kritik adalah risiko yang memang harus ditanggung.

    Eks Kadispenda Lampung ini juga berharap tahun depan penerima penghargaan lebih banyak lagi. ''Ya tentunya kinerja harus ditingkatkan biar lebih lancar pelayanan ke rakyat Bandarlampung," pungkasnya. (cw12/p2/c1/wdi)

 

Dewan Warning Dishub

Posted: 20 Nov 2014 11:28 PM PST

BANDARLAMPUNG – Polemik parkir dobel dan liar mendapat sorotan kalangan DPRD Bandarlampung. Anggota DPRD menilai UPTD Parkir Dinas Perhubungan (Dishub) wajib memberi sanksi keras kepada oknumnya yang membandel. Hal tersebut dikatakan Sekretaris Komisi III DPRD Muchlas E. Bastari kemarin. Ia menyatakan, anggota Dishub dan para juru parkir tidak boleh menerima apa pun dari pengunjung. Dan juga tak boleh mengubah tarif parkir sembarangan.

''Jika parkir melewati batas ketentuan dan tidak melalui prosedur parkir yang benar, sudah melewati batas yang diatur oleh undang-undang daerah. Itu menyalahi aturan. Apalagi jika jam kelipatan tidak digunakan dan masih menggunakan pungutan di dalam parkir," kata dia.

Karenanya, dia meminta Wali Kota Herman H.N. menginstruksikan Dishub untuk melarang pembulatan tiket parkir. Yakni dari Rp1.500 menjadi Rp2 ribu.

''Makanya prosedur parkir itu harus dijalankan dan ditegakkan. Sehingga masyarakat tidak ada yang dirugikan. Masyarakat mencari keamanan, kenyamanan, dan ketertiban. Jangan dibuat yang tidak semestinya," tutur dia.

Terpisah, Wali Kota Herman H.N merespons hal tersebut. Dia langsung menginstruksikan jajaran pimpinan Dishub untuk mengawasi persoalan parkir kota. ''Kita awasi terus persoalan ini," katanya.

Herman juga meminta agar petugas Dishub tidak mengambil parkir dobel dan memakai prosedur parkir yang benar. ''Kita perbaiki mana yang rusak. Pelayanan ke masyarakat perlu ditingkatkan. Lebih baik, lebih cepat sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku," kata dia.

Sementara berdasarkan pantauan Radar Lampung di Jl. Pemuda, Tanjungkarang Pusat, kemarin, karcis parkir tidak diganti. Radar menerima karcis sesuai dengan yang tertera, yakni Rp1.500. Namun saat hendak parkir, Radar masih menemukan adanya orang memakai kaus hitam bertulis Dishub mengatur parkir. ''Seikhlasnya saja Mas," kata dia saat Radar menanyakan tarif jasa parkir olehnya.

Tak sampai satu jam, Radar keluar dari Jl Pemuda. Saat tiba di pintu pemeriksaan, karcis parkir Radar diminta petugas. Dan, petugas tidak menarik pembayaran karena parkir belum sampai satu jam.

Sebelumnya, berdasarkan pantauan Radar Lampung, ada petugas Dishub yang memberikan karcis parkir dan meminta Rp2 ribu. Namun, tulisan angka dua telah dicoret dengan pena dari tarif awal Rp1.000.

Karcis parkir resmi tersebut dikeluarkan langsung oleh Dishub Bandarlampung via UPTD Perparkiran. Padahal hingga saat ini berdasar Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tanggal 12 Mei 2011, parkir di tepi jalan umum untuk sepeda motor dikenakan tarif Rp1.000 untuk sekali parkir. (cw12/p2/c1/wdi)

 

Genjot Target Penerimaan

Posted: 20 Nov 2014 11:26 PM PST

BANDARLAMPUNG - Wali Kota Bandarlampung Herman H.N. angkat bicara soal jebloknya penyerapan anggaran. Dia menyatakan fokus pemkot memang ada pada target penerimaan. Bukan pada target pengeluaran. ''Target saya penerimaan, bukan pengeluaran. Mudah-mudahan terpenuhi target 100 persen. Kita kejar terus biar sampai," tandasnya kemarin.

Menurut dia, pembangunan di kota terlihat pesat. Karenanya, ia menilai program-program prorakyat yang digulirkan berjalan baik. ''Yang belum melapor kan hanya sekitar 20 persen. Lagi dalam pengerjaan. Lihat saja pembangunan yang masih berlangsung," katanya.

Dia mengaku telah menginstruksikan setiap satker untuk melakukan penagihan dan imbauan kepada rekanan terkait penerimaan dan pengeluaran. Sehingga akhir tahun, di batas yang telah ditentukan, semua bisa diselesaikan.

''Mereka sudah tahu aturan mainnya. Tanggal 19 Desember sudah kelar semua pelaporannya. Dan sisa hari di akhir Desember untuk mengurusi pembiayaan yang belum dibayarkan," pungkasnya.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Bandarlampung dr. Amran mengatakan, saat ini pihaknya sudah memproses surat pertanggungjawaban (SPJ). "Jadi secara fisik sudah selesai tetapi pelaporannya sedang dalam proses di BPKAD mengantri untuk diperikasa dan diselesaikan keuangannya," kata dia diruang kerjanya kemarin (20/11).

Diskes bersama Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Dinas Pendidikan (Disdik) merupakan tiga satuan kerja yang belum melaporkan hasil penyerapan.

Sebelumnya, Kabid Akuntansi dan Pelaporan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bandarlampung M. Nur Ramdhan mengakui adanya serapan rendah pemkot. Tetapi, ia berkilah penyerapan 52,03 persen itu hanya penyerapan anggaran belanja.

Sedangkan untuk total penyerapan sesuai struktur APBD yang mencakup sektor pendapatan, pembelanjaan, pembiayaan, dan pengeluaran sudah mencapai 75 persen ke atas.

''Kita total saja 54 satker ditambah 30 puskesmas. Jadi total 84 satker dan total APBD Rp1,9 triliun, dan saat ini baru terserap Rp1,1 triliun, sehingga masih Rp800 miliar yang belum kami terima laporannya," jelas dia.

Sebelumnya, Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Pemkot Bandarlampung Aryawan mengatakan, realisasi peyerapan bisa dilihat di lapangan..

''Kalau saya nilai hanya proses administrasi keuangannya yang lambat. Karena banyak satker yang enggan memberikan laporan penyerapan anggarannya secara rutin,'' aku Aryawan.

Karenanya secara administratif, meski realisasi fisik sudah 100 persen, belum tercatat dalam data penyerapan anggaran.

''Nah kalau belum direalisasikan pencairan keuangannya, ya belum tercatat dalam penyerapan anggaran. Ini  juga yang sering jadi kelemahan di pencatatan penyerapan anggaran,'' jelasnya.

Untuk itu,  lanjut dia, tahun mendatang dioptimalkan sistem elektronik monitoring evaluasi (e-monev). Karena dengan sistem pelaporan terintegrasi secara online tersebut, mempermudah satuan kerja melaporkan realisasi keuangannya. (cw12/p2/c1/wdi)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELI DI SHOPEE

New