BELI DI SHOPEE

Selasa, 27 Januari 2015

PT KAI-Warga, Berdamailah!

PT KAI-Warga, Berdamailah!


PT KAI-Warga, Berdamailah!

Posted: 26 Jan 2015 08:50 PM PST

BANDARLAMPUNG – Warga RT I-IV/Lk. 1, Kelurahan Sawahbrebes, Kecamatan Tanjungkarang Timur (TkT), sepertinya saat ini tidak bisa berharap banyak untuk mendapatkan bantuan dari Pemkot Bandarlampung. Sebab terkait permasalahan mereka dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Subdivre III.2 Tanjungkarang, pemkot sepertinya tidak bisa berbuat banyak.

Saat dikonfirmasi kemarin (26/1), Wali Kota Bandarlampung Herman H.N. mengaku belum ada rencana mempertemukan atau memediasi kedua belah pihak.

''PT KAI selesaikan dululah dengan warga. Saya tidak mau mencampuri terlalu dalam permasalahan ini," ujar dia saat ditemui di rumah dinasnya.

Mantan Kadispenda Lampung ini menyarankan, kedua belah pihak dapat berdamai dan ada titik temu. "Itu kan tanah memang punya negara yang dulunya dikelola PJKA (Perusahaan Jasa Kereta Api). Nah, sekarang yang pegang PT KAI," kata dia.

Kendati demikian, Herman H.N. mengimbau PT KAI agar berlaku bijak dan arif serta memberikan toleransi kepada masyarakat Sawahbrebes. Sehingga, sebelum digusur ada ganti rugi yang diterima masyarakat untuk mendapatkan penggantian lahan maupun tempat tinggal yang baru.

Terpisah, Manajer Humas PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang Muhaimin mengatakan, pihaknya belum ada rencana pengosongan dua bangunan yang ditempati Salon Inez dan Warung Bu Atik.

"Selasa (20/1) lalu kan baru surat peringatan kedua. Nah, ke depannya kan nanti akan dirapatkan lagi. Pastinya nanti ada surat ketiga yang akan kami kirimkan ke dua pemilik rumah tersebut, ketika akan dikosongkan," terangnya.

Sementara waktu ini, lanjut dia, pihaknya masih membahas di dalam internal PT KAI terkait surat yang telah disampaikan oleh Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Tanjungkarang terkait pengosongan sembilan ruko yang berada di Jl. Teuku Umar.

"Jadi nantinya, sembilan ruko Gunawan Santoso yang telah berdiri salah satunya di tempati toko sepeda dan Istana Buah di wilayah tersebut akan kita bongkar dan diratakan dengan tanah dengan dua eskavator besar yang kita siapkan," bebernya.

Muhaimin menambahkan, pengosongan kesembilan ruko tersebut harus sudah diindahkan hingga hari ini (27/1). Jika tidak diindahkan, maka pihaknya yang akan mengosongkan esok harinya.

"Nanti di lokasi sekitar pukul 09.00 WIB pihak PN akan membacakan keputusan penetapan eksekusi, dan saat itu juga akan kita bongkar bangunannya. Nanti ada yang mengawasi dari TNI dan Polri," kata dia.

Selain itu, Muhaimin mengaku akan ada petugas atau pegawai PT KAI yang akan membantu eksekusi pembongkaran ruko. Namun, hal tersebut perlu dipahami oleh seluruh masyarakat. Sebab, kata dia, pegawai PT KAI yang datang tidak akan menggangu pekerjaanya di PT KAI.

"Yang datang nantinya, yang sedang libur dan piket malam mas, jadi untuk pelayanan di kantor tetap berjalan. Sebelum eksekusi kan kita sudah mempersiapkan secara matang, jadi semua proses tetap berlanjut tanpa menghambat pelayanan," terangnya.

Terpisah, di lokasi sembilan ruko terlihat pemilik ruko dan karyawannya sibuk mengosongkan rukonya masing-masing, untuk pindah dari ruko yang akan dieksekusi PN dan PT KAI pada Rabu (28/1).

Sementara, pemilik sembilan ruko tersebut yakni Gunawan Santoso alias Ahok belum bisa diminta keterangannya terkait hal tersebut. Saat disambangi di toko sepedanya, dengan ketus salah satu pegawainya menyatakan bosnya tersebut sedang tidak ada di tempat.

"Benttar dulu mas, saya lagi ribet ini mindahin barang," ketusnya.

 Lain halnya dengan Iyon pemilik percetakan Gema yang memproduksi kalender dan majalah. Menurutnya, surat perintah pengosongan telah diterimanya dua pekan lalu.

"Ya, saya sudah terima suratnya, dan saya akan pindahkan ini usaha saya di Kecamatan Kedamaian, dan Jl. Rambutan-Tanjungkarang. Kita ikut saja jika itu aturan yang sudah ditetapkan, terlebih ada dasar hukum yang mengikat," ujarnya.

Setelah ini, kata pria yang dipanggil Pak Haji ini, pihaknya akan berkonsentrasi dengan usahanya di tempat baru. Sebab, ia butuh 1 pekan hingga 1 bulan lamanya untuk kembali beroperasi seperti biasanya.

"Iya kan ini butuh merakit ulang untuk kembali beroperasi, dan kerugian kita sudah banyak sekali mas. Ini saja mau pindah sudah habis Rp100 juta, belum nantinya ditambah tempat sewa di ruko yang baru dan menyewa teknisi mesin dan biaya yang dibutuhkan lainnya," tandasnya.

Senada disampaikan Manajer Istana Buah Yuda Asmara. Ia mengaku tidak mengetahui persis kapan surat dilayangkan oleh PN untuk mengosongkan, yang jelas kemarin pihaknya mengikuti surat pemberitahuan PN terkait pengosongan.

"Iya kita kosongkan sendiri, dari pada dikosongkan malah banyak yang rusak barang-barangnya. Kita kooperatif kok mas, dan kita juga akan datang nanti saat eksekusi," ujarnya.

Untuk saat ini, kata Yuda, Istana Buah I akan digabung di istana buah II yang terletak di Rajabasa. "Jadi bantu kita juga mas, kepada pelanggan Istana Buah untuk datang ke Istana Buah II di Rajabasa, kita gabung sementara waktu hingga dapatkan tempat yang baru," pungkasnya.

Terpisah, anggota Komisi III DPRD Bandarlampung Yuhadi kembali meminta PT KAI untuk mengevaluasi rencananya. Menurut dia, sah-sah saja PT KAI mendata asetnya, tetapi tidak harus menggusur bangunan warga.

Terlebih, warga yang tinggal di tanah milik PT KAI sudah hidup bertahun-tahun. "Kalau digusur, rakyat mau kemana?" tanyanya kemarin (26/1).

Politisi Partai Golkar ini melanjutkan, masih banyak persoalan yang harus dibenahi PT KAI, di antaranya masih banyak perlintasan yang tidak berpalang pintu sehingga banyak menimbulkan korban.

''Nah, mestinya itu yang jadi prioritas PT KAI, bukan sibuk menggusur warga kami!" tandasnya. (goy/why/p5/c1/whk)

Wali Kota Minta PHRI Bayar Pajak Parkir

Posted: 26 Jan 2015 08:49 PM PST

BANDARLAMPUNG – Wali Kota Bandarlampung Herman H.N. meminta seluruh objek pajak yang telah menarik pendapatan dari masyarakat untuk taat pajak dan mematuhi aturan yang berlaku. Permintaan ini disampaikannya terkait sikap Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Lampung yang menolak desakan Dinas Perhubungan (Dishub) untuk membayar pajak parkir.

''Saya imbau kepada mereka, termasuk pengusaha hotel dan restoran. Karena mereka kan sudah memungut uang dari masyarakat, berarti harus bayar pajak. Terlebih, pajak tersebut nantinya digunakan untuk membangun Bandarlampung," tegasnya kemarin (26/1).

Menurut dia, selama para pengusaha masih mendirikan usaha di Bandarlampung, berarti harus menaati peraturan yang sudah ditetapkan pemkot. Artinya ikut berpartisipasi dalam pembangunan ke depan yang lebih baik.

''Tidak mungkin Dishub mau mengambil pajak dari pengusaha hotel dan restoran kalau tidak ada aturannya. Pasti ini sudah ada aturannya," kata mantan Kadispenda Lampung itu.

Sementara, target pendapatan asli daerah (PAD) pajak dan retribusi parkir yang selalu tidak mencapai target dari tahun ke tahun disoroti pengamat transportasi I.B. Ilham Malik.

Akademisi Universitas Bandar Lampung ini mengatakan, target PAD sudah diatur pemkot yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan dan kesanggupan dengan melihat potensi yang ada pada satuan kerja.

''Tetapi, target selama ini tidak pernah terealisasi. Nah, ini berarti ada problem di dalam Dishub atas tidak tercapainya target yang telah ditentukan setiap tahunnya itu," katanya.

Karena itu, saran dia, ke depan Dishub harus lebih dekat kepada objek pajak parkir, baik yang sudah, belum, maupun tidak optimal. ''Jelaskan kepada mereka bahwa semua tempat usaha yang sudah ada objek pajak harus dikelola mandiri oleh pengusaha dan tidak ada lagi petugas Dishub di wilayah tersebut," ujarnya.

Selain itu, masih banyak sektor yang bisa dimanfaatkan Dishub untuk meningkatkan pajak parkir per tahunnya. Sebab, banyak mal di Bandarlampung yang selama ini tidak riil melaporkan pendapatannya di sektor parkir.

''Jadi harus digarap maksimal. Jadi, Dishub dan satker terkait lainnya harus turun tangan melihat, mencari, dan menindaklanjuti temuan terkait tidak sesuainya pajak parkir yang diberikan pihak mal," sarannya.

Terkait polemik Dishub dengan PHRI, menurut Ilham, Dishub harus turun tangan dan bertatap muka langsung untuk menyampaikan maksud dan tujuan pajak parkir. ''Jadi tidak hanya terus-terusan melalui surat, temui langsung. Dishub harus superpower," tandasnya.

Diketahui, realisasi PAD dari pajak dan retribusi parkir dari tahun ke tahun tak pernah mencapai target yang ditetapkan. Pada 2012, dari target yang ditetapkan Rp4,4 miliar, realisasinya hanya Rp2,136 miliar. Lalu pada 2013, dari target 5,364 miliar, tercapai Rp2,527 miliar. Kemudian pada 2014 dari target Rp5,369 miliar, terealisasi Rp3,035 miliar. Sementara pada tahun ini, target PAD parkir dinaikkan lagi menjadi Rp6,369 miliar.

Terkait hal ini, Kadishub Bandarlampung Rifa'i saat ditemui beberapa waktu lalu di ruang kerjanya mengatakan, pihaknya telah berupaya semaksimal mungkin meningkatkan pajak dan retribusi parkir di Bandarlampung.

Dia beralasan tidak maksimalnya penerimaan pendapatan dari sektor parkir karena pengusaha hotel dan restoran yang ada di Bandarlampung masih enggan membayar pajak parkir yang telah ditentukan pemkot.

Sementara, Sekretaris PHRI Friandi Indrawan menolak pihaknya disalahkan dengan tidak tercapainya PAD Dishub terkait pajak parkir. ''Jangan seolah-olah kami yang salah dan bandel dong! Padahal tidak demikian. Kita ini mengacu pada perda. Jadi jika kami dimintai pajak parkir, ubah dulu Perda Nomor 1 Tahun 2011 pasal 47 ayat 2, yang menyebutkan penyelenggaraan parkir yang diperuntukkan kepentingan usaha pokoknya tidak termasuk objek pajak parkir. Nah, usaha pokok kami ya hotel dan restoran," bebernya.

Friandi menegaskan, pengusaha hotel dan restoran selama ini selalu tunduk,  patuh pada aturan, dan selama ini pemilik hotel tetap berpegang pada Perda No. 1/2011 tentang Pajak Daerah.

''Polemik ini kan sudah sering kita jelaskan. Kita selalu tunduk dan patuh pada aturan. PHRI berpegang pada pasal 47 ayat 2 Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Jadi jangan membangun opini baru yang seolah kami ini membandel. Jadi apa yang harus kami bayar jika perdanya berkata seperti itu," tandasnya.

Karena itu, ia menyarankan agar pemkot meninjau kembali perwali yang dibuat dan mengacu kepada perda yang masih berlaku. ''Jadi jangan membangun opini bahwa kami tidak taat pajak!" tegasnya lagi. (goy/p5/c1/whk)

Alih Fungsi Lahan Pertanian Marak, Pemprov Pesimistis

Posted: 26 Jan 2015 08:48 PM PST

BANDARLAMPUNG - Pemerintah pusat menargetkan beberapa daerah, termasuk Lampung, menambah target produksi padi menjadi satu juta ton per tahun. Namun, Pemprov Lampung masih menganggap target yang diminta itu terlalu berat.

    Pada tahun ini, pemprov hanya sanggup menambah target 63 persen. ''Beberapa waktu lalu memang dicanangkan ada sepuluh provinsi yang meningkatkan produksi padi, termasuk kita. Artinya, ini harus kita kerjakan secara maksimal," kata Sekretaris Provinsi Lampung Arinal Djunaidi usai rapat di ruang rapat asisten kemarin.  

Menurut dia, pada 2014 lalu, produksi padi yang dihasilkan Pemprov Lampung sebesar 3,3 juta ton per tahun. Nah, pada 2015 ini artinya Pemprov harus menggenjot produksi padi sehingga tidak boleh kurang dari hasil capaian sebelumnya.

Kondisi ini cukup sulit. Pasalnya, lahan yang digunakan relative sama. Belum lagi masalah maraknya alih fungsi lahan pertanian, terutama di daerah-daerah berkembang. "Ini menjadi kendala kita. Di satu sisi kita ditargetkan, sementara luas lahan tetap sama. Padahal, akibat alih fungsi ini,  lahan pertanian hilang sekitar seratus hektare per tahunnya," jelasnya.

Untuk itu, terang dia, yang harus diperhatikan adalah bagaimana intensifikasi fungsi mulai irigasi, pendistribusian benih, daya dukung pendanaan dan beberapa komponen pendukung lainnya pada sektor pertanian ini. "Makanya, paling tidak kami hanya bisa mengejar target itu sebesar 63 persen saja di tahun ini. Sementara 37 persennya di tahun depan," tuturnya.

Menurut dia, dengan target itu saja, kabupaten/kota yang ada saja masih pesimis. Namun demikian, mantan Kadis Kehutanan Provinsi Lampung ini mengaku tetap akan mengupayakan hal ini paling tidak untuk tetap mempertahankan produksi yang ada. "Kan seperti ini, produksi di setiap kabupaten kota itu kan berbeda-beda. Mungkin di kabupaten A kurang, akan tetapi di kabupaten B lebih. Jadi saling menutupi," ucapnya.

Untuk mengatasi masalah alih fungsi lahan yang marak terjadi, pejabat karir nomor satu di Pemprov Lampung ini menilai terjadi karena belum ada payung hukum yang mengatur mengenai masalah ini. Akibatnya, pemilik lahan semena-mena menggunakan lahannya untuk menutupi kebutuhan pembangunan di daerah setempat. "Memang sudah ada Peraturan Pemerintahnya. Namun demikian belum ada turunannya ke Peraturan Daerah. Untuk itu kita ingin mengembangkan aturan yang sudah berjalan untuk perlindungan pertanian secara berkelanjutan. Harus diikuti dengan Perda, baik di Provinsi atau masing-masing Kabupaten/Kota. Agar ketika ada penyelewengan, penyidik dari kementrian bisa langsung menindak. Kalau sekarang kan pemilik lahan masih bisa seenaknya saja," papar dia.

Mengenai masalah irigasi, Kepala Dinas Pengairan dan Pemukiman Robinsyah mengatakan pihaknya cukup kesulitan memelihara jaringan yang ada. Sebab, anggaran yang dikucurkan dari APBD sangat minim, yakni hanya Rp15 miliar saja.

"Namun demikian, anggaran itu akan kami maksimalkan. Pusat juga berjanji akan menambah anggaran karena akan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendongkrak Swasembada pangan," kata dia.   

Dijelaskan, Pemprov hanya bertanggung jawab pada jaringan irigasi yang mengairi lahan pertanian 1.000-3.000 hektare. Berdasarkan aturan itu, ada 19 irigasi yang menjadi kewenangan Pemprov. Di antaranya irigasi Way Payung, Argoguruh, Batanghari Utara, Raman Utara, Punggur Utara, Way Seputih, Way Rarem, Way Semangka, Way Curup, Rawa Seragi, Rawa Mesuji, dan Batu Tegi.

 "Kalau di bawah 1.000 ha, itu wewenang kabupaten/kota. Mulai dari 1.000-3.000 ha itu merupakan tanggung jawab Pemprov. Sementara di atas 3.000 ha itu tanggungjawab pemerintah pusat," paparnya seraya menyatakan akan berupaya maksimal membantu mewujudkan target pemerintah pusat. (abd/p2/c1/fik)

Muswardi Wafat saat Salat Sunah

Posted: 26 Jan 2015 08:42 PM PST

BANDARLAMPUNG - Lampung kembali berduka, Ulama berdarah Minang, K.H. Muswardi Thaher, tutup usia sekitar pukul 16.00 WIB kemarin (26/1). Pendiri Yayasan Al Azhar yang juga pelopor beberapa rumah sakit Islam di Lampung ini wafat dengan tenang.

    Pria kelahiran 3 Agustus 1943 itu meninggalkan seorang istri, lima anak, dan 14 cucu. Sosok yang aktif dengan kegiatan keagamaan ini mengembuskan napas terakhir saat salat sunah di rumah.

    ''Beliau meninggal dunia ketika menunaikan salat dengan posisi duduk," ujar Hermansyah Yuldar, salah satu keponakan Muswardi Thaher, saat ditemui di rumah duka, Senin malam.

    Herman mengatakan, sebelumnya Muswardi dalam keadaan sehat dan tidak ada keluhan sakit. ''Pas sedang salat, tiba-tiba beliau jatuh. Kemudian keluarga berusaha menolong. Lalu mengangkatnya ke tempat duduk. Pada saat duduk, beliau sudah tidak bergerak lagi," tambahnya.

    Lalu untuk memastikan kondisi pihak keluarga membawa Muswardi Thaher ke Rumah Sakit Advent. Namun seperti diduga, ia sudah meninggal dunia.

    Miswar, sopir almarhum menambahkan, dokter menyatakan adik mantan menteri agama Tarmizi Taher itu wafat 15 menit sebelum dibawa ke rumah sakit.

    "Tapi kalau tanda-tanda bapak sakit sebelumnya nggak ada sama sekali, karena dari pagi saya temani bapak aktivitas kesana kesini seperti biasa," tutur Miswar.

    Menurutnya, semasa hidupnya almarhum terkenal tidak bisa diam. Aktivitasnya padat setiap hari. Kemarin (26/1), kegiatannya dimulai saat acara pengecoran pertama masjid di kampus IAIN, lalu siangnya menemani istrinya ke pasar. Lalu, pukul 10.30 berangkat ke RS Islam Metro miliknya untuk bertemu dengan direktur utamanya.

    "Sampai rumah ya seperti biasa Bapak pulang dan istirahat. Dan, saat masuk waktu Asar saya langsung ke masjid depan rumah (Masjid Al-Muhamadiah). Tapi Bapak tumben nggak jadi imam," jelasnya. Rencananya, almarhum dikebumikan hari ini lepas Asar di TPU Masjid Al-Muhamadiyah. (ynk/p1/c1/ade)           

Innalillahi, Selamat Jalan Akbar!

Posted: 26 Jan 2015 08:42 PM PST

Pasien BPJS yang Ditolak RS Imanuel
BANDARLAMPUNG - Tepat pukul 22.13 WIB tadi malam, handphone Radar Lampung berdering. Tertulis di layar nama Noli Agung, paman Akbar Abdul Majid. Dengan terbata, Agung menyampaikan informasi duka terkait kabar keponakannya yang telah meninggal dunia. ''Mbak, Akbar meninggal dunia pukul 21.30 tadi," ucapnya dengan nada sedih.

Dia mengatakan, jenazah Akbar tadi malam langsung dibawa ke rumah duka di Kampung Wana, Desa Sumberhadi, Kecamatan Melinting, Lampung Timur (Lamtim). ''Rencananya besok (hari ini) almarhum kami makamkan," katanya.

Dia menjelaskan, jenazah meninggal karena mengalami trauma di otak serta adanya benturan di dadanya. ''Dari otak kanan dan kirinya juga mengeluarkan cairan," ucapnya.

Pada kesempatan itu, Agung kembali menyesalkan tindakan Rumah Sakit Imanuel Bandarlampung yang sempat menolak keponakannya untuk mendapatkan perawatan di RS tersebut.

Sebab, menurut dia, yang dibutuhkan keponakannya di malam itu adalah tindakan medis cepat. Salah satunya mengoperasi keponakannya. Karenanya, ia akan menanyakan kepada orang tua Akbar apakah akan menempuh langkah hukum terkait permasalahan tersebut. "Saya akan konfirmasi dulu kepada bapaknya Akbar untuk permasalahan ini," ucapnya. (gie/p1/c1/whk)

RS Imanuel Minta Maaf

Posted: 26 Jan 2015 08:42 PM PST

BANDARLAMPUNG – Rumah Sakit (RS) Imanuel Bandarlampung akhirnya buka suara terkait informasi dugaan penolakan pasien tanggungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bernama Akbar Abdul Majid (20) oleh RS tersebut Minggu (25/1) dini hari.

Melalui Kepala Bagian Humas Alquirina Supriyati, RS yang berlokasi di Jl. Soekarno-Hatta, Wayhalim, itu meminta maaf kepada pihak keluarga Akbar jika ada perlakuan dari karyawan rumah sakit yang tidak berkenan.

''Ya, jika keluarga pasien kurang berkenan, kami meminta maaf," ujar dia di ruang kerjanya kemarin (26/1).

Kendati begitu, Rina –sapaan akran Alquirina Supriyati- menolak jika RS-nya dikatakan menolak pasien BPJS. Menurut dia, warga Desa Sumberhadi, Kecamatan Melinting, Lampung Timur (Lamtim) itu memang tidak memungkinkan untuk dirawat di RS-nya yang masih bertipe C.

"Perawat kami melihat kondisi pasien memang harus dirawat intensif di RS yang bertipe B, seperti Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hi. Abdul Moeloek (RSUDAM) atau RS Urip Sumoharjo," katanya.

Dia juga menyatakan, Akbar setiba di RS Imanuel telah mendapat perawatan di IGD. "Tidak ada kesalahan prosedur, saat datang dilakukan tindakan," ungkapnya.

Dia melanjutkan, RS-nya ini banyak merawat pasien BPJS bukan hanya pasien yang ditempatkan di ruang kelas 3 saja, tetapi juga pasien cuci darah yang umumnya juga termasuk pasien yang di cover BPJS. "Jadi, tidak ada penolakan pasien. Kami sudah sesuai prosedur," tegasnya.

    Sementara, Hubungan Ekternal BPJS Kesehatan Lampung Dodi Sumardi mengatakan, bagi pasien atau keluarga pasien peserta BPJS yang merasa dirugikan oleh RS dapat menyampaikan keluhan di BPJS Centre yang ada di RS tersebut atau langsung datang ke kantor BPJS.

Bagi yang menyampaikan melalui BPJS Centre, maka staf BPJS akan menyampaikan kepada pihak manajemen RS. "Jadi kita juga memberikan hak jawab dari RS terkait persoalan yang ada, dari data yang dikumpulkan dari dua belah pihak nantinya dapat disimpulkan persoalan apa yang terjadi," jelasnya.

Pantauan Radar Lampung di Ruang ICU RSUDAM hingga pukul 17.30 WIB kemarin, Akbar masih dirawat intensif dengan peralatan lengkap didampingi orang tuanya Syaifuddin (48) dan Sunarti (42) serta adik perempuan Qori Zahra (14). Hingga kemarin, kondisinya mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati itu masih kritis.

Diketahui, diskriminasi pelayanan kesehatan masih terjadi di RS yang ada di provinsi ini. Setelah RSUDAM yang sempat mengusir pasien miskin bernama Winda Sari, kali ini RS Imanuel Bandarlampung yang diduga menolak menangani pasien peserta JKN.

Pasien tanggungan BPJS yang diduga ditolak itu bernama Akbar Abdul Majid (20), warga Desa Sumberhadi, Kecamatan Melinting, Lamtim. Dugaan penolakan disampaikan pamannya Harto. Dia mengatakan, keponakannya yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati ini mengalami kecelakaan di Desa Siramang, Pekalongan, Lamtim.

Menurutnya, kecelakaan tersebut terjadi pada Sabtu (24/1). Keponakannya yang mengendarai motor Kawasaki Ninja RR berwarna oranye ditabrak mobil pikap warna hitam.

Dia melanjutkan, keponakannya sempat mendapat perawatan di RS Islam Metro. Kemudian dari RS tersebut dirujuk ke RSUDAM sekitar pukul 21.30-00.00.

''Karena ruang ICU RSUDAM malam itu penuh, RSUDAM mencoba menelepon RS Imanuel, dan saat itu RS Imanuel menyatakan sanggup merawat Akbar," jelasnya.

Namun, sampai di RS Imanuel, keponakannya hanya dirawat di IGD 01.00- 02.30 WIB. "Kemudian, seorang perawat mengaku bernama Maria bilang tidak dapat menerima kami karena menggunakan BPJS," ungkapnya.

Noli Agung, paman Akbar lainnya melanjutkan, saat itu pihak keluarga sudah menyampaikan kepada perawat tersebut bahwa pihak keluarga akan melakukan apapun untuk kesembuhan Akbar, bahkan pihak keluarga menyanggupi untuk memakai umum.

"Saat itu, perawat bernama Maria itu tetap menyatakan tidak bisa. Bahkan perawat itu menantang kami untuk melaporkan penolakan tersebut ke siapapun. Silakan saja melapor," katanya menirukan ucapan Maria.

Karena keponakannya tetap tidak mendapatkan perawatan di RS Imanuel, akhirnya Akbar dibawa kembali ke RSUDAM sekitar pukul 03.00 dan akhirnya dirawat di Ruang IGD. "Alhamdulillah, pukul 06.00, keponakan saya sudah masuk Ruang ICU RSUDAM," ungkapnya.

Dia menjelaskan, berdasarkan hasil rontgen, engsel kaki kiri Akbar lepas, dan mengalami trauma di kepala, benturan dada kiri dan lainnya. "Saat ini Akbar masih tak sadarkan diri. Pastinya kami sangat menyesalkan sikap RS Imanuel yang lebih mementingkan materi daripada memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat," sesalnya.

Sementara Syaifuddin juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap RS Immanuel. "Semoga mereka tidak mengulanginya, di mana lebih mementingkan materi daripada menyelamatkan nyawa orang," ujar pria yang juga merupakan kepala Puskesmas Melinting, Lamtim ini. (gie/p5/c1/whk)

 

Pemkot Bingung Atasi Banjir di Waylunik

Posted: 26 Jan 2015 08:41 PM PST

BANDARLAMPUNG – Pemkot Bandarlampung kebingungan mengatasi banjir di Kelurahan Waylunik, Kecamatan Panjang, yang dalam sebulan ini sudah tiga kali kebanjiran. Sebab, menurut Wali Kota Bandarlampung Herman H.N., pemkot sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi banjir di wilayah tersebut. Di antaranya dengan memperdalam drainase.

''Saya juga bingung mau kayak mana lagi. Wilayah itu terus diupayakan drainasenya diperbaiki. Bahkan sudah dalam sekali. Kemungkinan penyebabnya, wilayahnya yang setara dengan laut," ujarnya kemarin.

Terkait adanya kambing warga Waylunik yang hilang terbawa arus banjir, ia mengaku belum mengetahuinya. "Masak iya? Jangan dipolitisir dong! Kan banjirnya kecil kemarin," katanya.

Sementara kemarin, pemkot menurunkan 100 pasukan kuning dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bandarlampung untuk membersihkan dan memperbaiki drainase dan bekas longsor yang terjadi di beberapa wilayah di kota ini.

Terlihat Wali Kota Herman H.N. sejak pukul 07.30 WIB memantau aktivitas pasukan kuning dalam menjalankan tugasnya.

Seperti di Jl. Diponegoro, Kelurahan Gulakgalik, Telukbetung Utara dan Jl. R.E. Martadinata, dan Kelurahan Keteguhan, Telukbetung Timur.

Di sela-sela pantauannya, mantan Kadispenda Lampung ini mengatakan, pembersihan drainase untuk meminimalisir banjir. "Kami terus berupaya bagaimana caranya agar masyarakat tidak merasakan banjir lagi," ujarnya.

Sementara, aktivitas warga di Jl. Mohammad Salim, Kelurahan Waylunik, Kecamatan Panjang yang pada Minggu (25/1) kebanjiran mulai terlihat normal.

Beberapa warga mengalami kerugian akibat banjir tersebut. Di antaranya Sutimin (75) yang kehilangan tiga kambingnya. "Bagaimana ya mas, bisa nggak dibantu? Ini bukan sekarang saja mas, tapi pada 2014 juga pernah kehilangan tiga, tapi nggak ada ganti rugi dari pemerintah," kata dia.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bandarlampung Albert Alam mendesak ada penanganan cerdas terkait masalah banjir yang terjadi di Kelurahan Waylunik.

Dia meminta, satuan kerja terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Sosial bersinergi.

"Ketiga satker tersebut, minimal membuat solusi sementara, seperti memperbaiki drainase, agar setiap hujan warga di sana tidak kebanjiran," katanya

Senada disampaikan Ketua Komisi IV Syarif Hidayat. Dia mengatakan, penanganan banjir di Kelurahan Waylunik memang harus ditanggulangi secara komprehensif.

Terlebih, di sana tak hanya musim hujan, namun saat air laut pasang, wilayah tersebut mengalami banjir. "Perlu ada langkah komprehensif dan perencanaan yang matang, baik pemerintah dan warga," katanya.(goy/why/p5/c1/whk)

 

Organda: Realistis Hanya 5-6 Persen

Posted: 26 Jan 2015 08:38 PM PST

Terkait Penurunan Tarif AKDP
BANDARLAMPUNG – Harapan kalangan dewan terkait penurunan tarif angkutan antarkota dalam provinsi (AKDP) sebesar 10 persen sepertinya sulit terwujud. Pasalnya, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Lampung menganggap kenaikan sebesar itu tidak realistis.

Ketua Organda Lampung Berkat Karo Karo mengaku penurunan tarif maksimal hanya dapat dilakukan 5-6 persen. Menurutnya, angka itu yang paling realistis. Apalagi, hal itu tidak jauh dari aturan pemerintah sehingga tak memberatkan kalangan pengusaha dan para konsumen.

"Saya kira angka itu wajar ya, karena selain memang mungkin hal itu jalan tengah juga tidak jauh dengan aturan yang ditetapkan pemerintah," kata dia, kemarin.

Dijelaskan, angka 10 persen yang diminta kalangan dewan dikhawatirkan akan memberatkan pengusaha angkutan di Lampung. Sebab, lanjutnya, untuk pelayanan dan operasional sudah membutuhkan biaya yang cukup besar. "Yang kita takutkan, berdampak kepada pengusaha angkutannya. Jangan sampai kan ini memberatkan salah satu pihak," ucapnya.

Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Lampung Albar Hasan Tanjung mengatakan, sebenarnya dia setuju saja dengan rekomendasi DPRD Lampung. Namun dia menekankan, harapan itu harus juga mendapatkan persetujuan dari komponen lain, terutama YLKI dan Organda.

"Mau sepuluh persen ya mau, tapi kan kami tidak bisa langsung diputuskan. Ada perangkat kerja yang lain dan itu harus dikoordinasikan. Kalau semuanya setuju ya kenapa tidak," kata dia, kemarin seraya menyatakan untuk kepastiannya, masalah ini akan dibahas bersama Organda dan YLKI hari ini.

Sebelumnya,  DPRD Lampung mendesak pemerintah provinsi (pemprov) melalui Dinas Perhubungan untuk menurunkan tarif angkutan umum sebesar 10 persen. Desakan ini dilontarkan untuk meminimalisasi efek domino penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu. (abd/p2/c1/fik)

Proper Harus Transparan

Posted: 26 Jan 2015 08:37 PM PST

BANDARLAMPUNG – Program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan (proper) memang dinilai bisa merangsang perusahaan-perusahaan yang ikut dalam penilaian program tersebut untuk lebih memperhatikan lingkungan. Agar tujuan  itu benar-benar bisa tercapai, program yang dicanangkan pemerintah pusat sejak 1995 lalu ini dinilai harus melalui tahapan dan proses yang transparan.

    Hal itu diungkapkan pengamat kebijakan publik Dr. Ahmad Soeharyo kemarin. Menurutnya, transparansi yang dimaksud adalah keterbukaan petugas penilai. Sehingga jika memang menemukan kejanggalan dalam pengelolaan lingkungan di suatu perusahaan, maka penilaian harus dilakukan sesuai fakta yang ada.

"Salah satu yang membudidaya adalah ketidaktransparanan tershadap suatu permasalahan. Begitu juga dengan hal ini. Jika sistemnya bagus namun tidak diiringi dengan SDM yang bagus, ya akhirnya sama saja. Program ini menjadi sia-sia," kata salah satu Dosen Universitas Bandar Lampung (UBL) ini.

Untuk itu, dia meminta tim penilai Proper betul-betul mengkaji sedetail mungkin perusahaan, sehingga benar-benar memperhatikan keamanan lingkungan.

Mengenai punishment, dia menjelaskan, harus tetap disiapkan bagi perusahaan yang tidak mengindahkan masalah keamanan dan pengelolaan lingkungan.

Terpisah, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Lampung mengaku siap mengawal dan memaksimalkan perusahaan yang masuk ke dalam Proper.

Kabid Pengawasan Lingkungan BPLHD Lampung, Akmad Rijal menegaskan, pelaksanaan Proper sudah sesuai dengan prosedur yang ada.

Mengenai masih adanya zona merah, dia mengaku hal ini seharusnya bukanlah hal yang harus ditakutkan. Akan tetapi memang ada beberapa yang tidak masuk dalam poin penilaian. Jika batas zona biru adalah seratus, maka kurang satu poin pun dari nilai tersebut maka tetap tidak akan bisa menembus zona biru.

"Sebenarnya ini tidak mesti dijadikan menjadi momok menakutkan karena tidak semuanya yang mutlak tidak patuh terhadap aturan. Namun tetap kita akan giring perusahaan ini agar taat dan memperhatikan pengelolaan lingkungannya," kata dia.

Diketahui, pada tahun 2014, masih cukup banyak perusahaan yang belum memasuki kriteria sehat sesuai proper dalam pengelolaan lingkungan. Berdasarkan data BPLHD Lampung, tercatat 71 perusahaan yang menjadi sorotan dalam proper pengelolaan lingkungan. Dari jumlah itu, 47 berada di zona biru dan 24 perusahaan masuk zona merah. (abd/p2/c1/fik)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELI DI SHOPEE

New