BELI DI SHOPEE

Senin, 23 Februari 2015

Fenomena Pengemis Anak di Jalanan Kota

Fenomena Pengemis Anak di Jalanan Kota


Fenomena Pengemis Anak di Jalanan Kota

Posted: 22 Feb 2015 09:19 PM PST

Menggendong Anak, Mendulang Iba
Segala cara dilakukan untuk bertahan hidup di jalan Kota Bandarlampung. Mengemis salah satunya. Kala menengadahkan tangan sudah biasa, menunggu rupiah harus lebih istimewa. Hasilnya, anak jadi mesin pendulang iba.

Laporan M. Heriza/Yoga Pratama, BANDARLAMPUNG

RIKA (33) duduk di tepi jalan perempatan Sultan Agung-Ki Maja, Wayhalim.  Di gendongannya, Agung (3) terlihat tengah bermain. Agak di belakang, di teras sebuah ruko yang teduh, Luna (2 bulan) tertidur pulas. Iwan (38) tekun menunggu Luna. Sementara Putri (9) dan Anjas (5) tidur di dalam gerobak.

    Rika biasa mengemis di lampu merah Wayhalim, Teuku Umar, atau di sekitaran Gedung Juang, Tanjungkarang Pusat. Sementara Iwan, suaminya, sehari-hari bekerja sebagai pemulung. Malam itu, Jumat (20/2), keduanya bertemu di perempatan.

    Keduanya mengaku sudah menikah saat masih tinggal di Semarang, Jawa Tengah. Pada akhir 1999, keduanya nekat merantau ke Bandarlampung. Awalnya, mereka tinggal bersama bapak angkat Rika di Branti, Natar. Tetapi, lantaran sang bapak sakit, keduanya lalu memilih tinggal di jalan. "Daripada merepotkan bapak. Kami pilih tinggal dijalan," kata Rika.

    Rika dan Iwan antusias kala berbincang dengan Radar, dia berharap mendapat uang bantuan. Sudah 15 tahun Rika mengemis rupiah di jalan. Selama ini mereka menggelandang di seputaran Wayhalim, Pasar Tengah dan Pasar Bawah.

    Biasanya, saat mengemis, Rika membawa seluruh anak-anaknya. Sehingga, Iwan bisa bebas memulung. Rika menggendong Luna dan menggandeng Agung. Sementara, Putri dan Anjas ikut mengemis. Dalam sehari, ibu dan anak ini rata-rata bisa mengantongi Rp100 ribu. "Tapi itu nggak tentu mas. Tergantung yang ngasih," kata dia.

    Selama ini, Rika mengaku terpaksa membawa anaknya lantaran memang tak ada tempat untuk menitipkannya. Terlebih, Putri dan Anjas sudah bisa mengemis sendiri. Tapi tak jarang, keduanya bergantian menjaga kedua adiknya yang masih balita. "Tapi kadang diorang (Putri dan Anjas,) malah maen-maen aja," katanya.

    Rika mengaku tak pernah mengingat penghasilannya mengemis saat masih belum menggendong anak. Tetapi, diakuinya, saat ini dari hasil mengemis bisa mencukupi kebutuhan makan keluarga. "Mungkin ini sudah takdir kami mas hidup di jalanan, mau enggak mau, ia kami syukuri dan terima itu," katanya.

    Rika mengaku tak terfikir kalau membawa anak penghasilannya akan lebih besar. Sebab, akan lebih banyak orang yang iba. Tetapi, menurut dia, jika tak dibawa, tak ada orang yang mau membawa anaknya.

    Alhasil, jika sang anak menangis, Rika terpaksa berhenti mengemis sebentar untuk menyusui. Seluruh anaknya, dilahirkan di puskesmas. Luna, anaknya yang terakhir dilahirkan di puskesmas Kedaton. "Di puskesmas nggak mahal. Dokternya juga baik," katanya.

    Dengan kondisi ini, kelaurga Rika dan Iwan merasa nyaman tinggal dijalan. Apalagi, menurut dia, keduanya sudah betah tinggal di Bandarlampung. Penghasilan dari mengemis dan memulung pun dirasa mereka cukup.

    Sanah, pengemis lainnya hampir sama dengan Rika. Tiap kali mengemis, dia juga membawa Nasib (4) anak laki-lakinya. Tiap kali digendong, sang anak kerap tertidur. Sanah mengaku Nasib tidur karena kelelahan. Bukan karena diberi obat atau diberi minuman.  "Itu tidurnya karena capek mas," tutur wanita asal Jawa Tengah ini.

    Sehari-hari Sanah hidup menggelandang bersama Nasib. Keduanya biasa menyusuri jalan di Kota Bandarlampung. Tempat mengemisnya tak tentu. Terkadang diwilayah Tanjungkarang Pusat. Tapi, kerap juga bisa ditemui di perempatan lamp merah Universitas Lampung. "Sehari-hari dapet Rp50 ribu. Itu juga nggak tentu. Makan aja masih mungut," kata dia. Meski demikian, Sanah mengaku betah mengemis di kota Bandarlampung. Dan, dia tak berfikir untuk kembali pulang ke Jawa Tengah. "Nggak ada ongkos," tuturnya singkat.

    Adanya pengemis yang membawa anak ini mendapat sorotan dari Kepala Banpol PP Cik Raden. "Anggota kita kalau melihat, menemukan pasti dijaring dan dibawa ke Dinas Sosial (Dissos) Bandarlampun. Bahkan, saat ini mereka para gepeng kucing-kucingan, nah ini yang kucing-kucingan kali yang masih berkeliaran," akunya.

    Namun, Cik Raden belum menemukan indikasi jika anak-anak yang dilibatkan untuk mengemis terlibat narkoba. (goy/p2/c1/wdi)


Harus Tegakkan Perda

Masih ditemuinya pengemis di jalanan kota mendapat sorotan dari para pengamat. Seperti Prof. Khomsahrial Romli dari Universitas Bandar Lampung (Ubl), Dr. Ida Farida dari UBL, dan Dr. Bartoven Vivit dari Universitas Negeri Lampung.

    Prof. Khomsahrial menduga pengemis ada yang mengoordinasi. ''Susahnya dilawan karena ada bosnya. Lebihnya lagi, ada jam yang mengatur mereka, di mana dan jam berapa hadir di suatu tempat," kata dia.

    Untuk itu, saat ini Pemkot harus mencari akar permasalahan yang terjadi pada hal ini. "Dicari akar masalahnya dimana, dan memang kebanyakan pengemis ini bukan asli dari Bandarlampung. Ini pun sudah saya amati, sampai ada jam yang mengaturnya," ujarnya

    Dalam penanganan hal ini, lanjutnya, sebenarnya pemkot sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang mengaturnya yakni Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anjal dan Gepeng.

    "Salah satu yang diatur dalam regulasi itu adalah larangan memberikan uang kepada pengemis. Nah, ini ada Perdanya tapi momentum pelaksanaan tidak dipantau, dan tidak ditunggu oleh penegak perda dari emkot dalam hal ini Banpol PP," terangnya.

    Senada disampaikan, Ida Farida, dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di UBL. Dia mengatakan,perilaku yang hadir dari pengemis saat ini menunjukan prilaku seseorang yang tak patut ditiru.

    "Sangat jelek sekali perilaku dan sifat seperti ini. Maka dari itu, masyarakat juga jangan memberikan uang kepada mereka. Hal ini, sebagai bentuk pendidikan kepada mereka. Terlebih, yang membawa anak. Karena, seyogyanya anak tidak boleh diperalat," kata dia.

    Maka dari itu, hal ini harus diberantas oleh pemkot dan harus menjaring ibunya untuk dididik dan dilakukan pendataan. "Ya harus begitu, jadi tahu yang dijaring itu anak kandung apa sewaan," imbuhnya. (goy/p2/c1/wdi)

Blacklist dan Pidanakan!

Posted: 22 Feb 2015 09:15 PM PST

Proyek Jalan yang Kerap Bermasalah
BANDARLAMPUNG – Proyek infrastruktur jalan kerap bermasalah. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Lampung selalu menemukan rekanan nakal setiap tahunnya. Temuan karena melakukan pekerjaan tidak sesuai kontrak sehingga adanya kerugian keuangan daerah.

    Meski demikian, selama ini hanya pengembalian uang kelebihan yang dilakukan. Akibat ulah rekanan, pada 2013 tercatat Pemprov Lampung merugi Rp2,31 miliar. Lalu kerugian akibat ulah yang sama mencapai Rp2,5 miliar pada tahun anggaran 2014.

    Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Ucok Sky Khadafi mengatakan, seharusnya Pemprov Lampung melakukan tindakan tegas. ''Bukan hanya mem-blacklist perusahaan nakal itu, tetapi bawa kasus ini ke ranah pidana! Karena apa yang dilakukan rekanan tersebut masuk dalam tindak pidana korupsi," terangnya.

    Menurutnya, markup anggaran dengan mengurangi volume pekerjaan masuk dalam tindak pidana. Kalau tidak dilakukan audit oleh BPK, perusahaan menjadi untung. Sebaliknya, Pemprov Lampung dan rakyat yang rugi. Pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai standar dan mengancam keamanaan masyarakat jika terjadi kerusakan.

    Diberitakan, panitia kerja (panja) DPRD Lampung telah memberikan rekomendasi atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas belanja daerah 2014 pada Pemprov Lampung dan instansi terkait. Panja meminta pemprov memberikan teguran tertulis kepada kepala Dinas Bina Marga (DBM).

Teguran karena DBM dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya kurang memperhatikan kewajiban dan tanggung jawab serta ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Pemprov juga harus memberikan teguran dan sanksi tegas kepda pihak ketiga selaku pelaksana pekerjaan yang lalai dalam pekerjaan," ujar Ketua Panja DPRD Lampung Yandri Nazir.

    Dari kerugian Rp2,5 miliar, hingga kini sekitar Rp321 juta belum dikembalikan rekanan. Berdasarkan laporan, jumlah temuan BPK per perusahaan mulai Rp50 juta hingga Rp300 juta.

Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri menyatakan, telah berupaya maksimal menindaklanjuti temuan BPK RI. Terkait rekomendasi panja, akan dibahas lebih lanjut dengan gubernur. Pemprov juga akan memaksimalkan pengawasan dan pencegahan agar permasalahan serupa tidak terjadi kembali. (red/c1/dna)

Proyek Jalan 2014 Tak Sesuai Kontrak Kerja
1. Jalan ruas Kibang (batas Lampung Timur) – batas Kota Metro
2. Jalan ruas Kotagajah – Seputihsurabaya
3. Jalan ruas Pringsewu – Bandungbaru
4. Jalan ruas Waygalih – Bergen
5. Jalan ruas Jatimulyo – Kibang (batas Lampung Timur)
6. Jalan lingkungan Kota Baru di Lampung Selatan
7. Jalan menuju Kota Baru ruas Tugu Tari – Sabah Balau (Kawasan Itera) Lamsel
8. Rehabilitasi jalan ruas Metro – Kotagajah
9. Rehabilitas jalan ruas Nyampir – Pugungraharjo
10. Jalan nonlink Way Arong di Lamsel
11. Jalan Ruas Banjar Negara – Kasui
12. Jalan Ruas Bandar Abung – batas Tulangbawang
13. Jalan ruas Kalirejo – Tulung Jukung
14. Jalan ruas Sukamara – Simpang Kuripan
15. Jalan ruas Gedong Tataan – Kedondong – Sukamara
16. Jalan nonlink di ruas Pringsewu – Pardasuka, Pringsewu
17. Jalan menuju Kota Baru di Lamsel 3
18. Jalan menuju Kota Baru di Lamsel 4
19. Jalan nonlink di Lingkungan Lapangan Saburai (Enggal) Bandarlampung
20. Jalan nonlink Adam Malik di Pesisir Barat
21. Rehabilitasi jalan ruas Gedong Tatatan – Kedondong – Sukamara
22. Jalan menuju Kota Baru di Lamsel
23. Jalan ruas Pekon Balak - Suoh

Sumber: Panja DPRD Lampung

Lampung Ramah Investor

Posted: 22 Feb 2015 09:06 PM PST

Semoga Bukan Hanya Janji
BANDARLAMPUNG – Rencana DPRD Lampung membuat peraturan daerah (perda) tentang pokok-pokok kemudahan penanaman modal diklaim sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk mempermudah investor. Dewan ingin menjadikan provinsi ini ramah investor, menarik minat untuk berinvestasi, membantu pembangunan di Lampung, serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Anggota Badan Legislatif (Banleg) DPRD Lampung Watoni Noerdin mengatakan, raperda diprioritaskan untuk segera direalisasikan di antara lima raperda lainnya.

"Perda ini sudah melalui ujian akademik dan memang saat ini perlu direalisasikan. Sekitar satu tahun ini, perda tersebut akan disahkan," tegas Watoni.

Perda tersebut, menurutnya, akan menjadi acuan dalam dunia investasi di provinsi ini dan diikuti pemerintah kabupaten kota.

Diberitakan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung Yusuf Kohar menyambut baik rencana ini. Yusuf menegaskan, kemudahan penanaman modal atau berinvestasi jangan hanya di atas kertas saja.

"Kata-kata satu atap, satu pintu, itu kan sudah sejak lama. Tapi faktanya di lapangan kan tidak seperti itu. jadi tidak usah pakai perda. Cukup dengan peraturan yang ada, namun benar-benar dilaksanakan di lapangan," tegasnya.

Ia mengatakan, APBD serta APBN tak mampu membiayai seluruh pembangunan di Lampung. Oleh karena itu, peran pemilik modal masih dibutuhkan. "Jadi jangan basa-basi ingin mempermudah dan sebagainya jika faktanya di lapangan masih mempersulit pengusaha," lanjut politisi Partai Demokrat ini.

Menurut Yusuf, percuma jika ada perda namun pengusaha masih dipersulit. "Tidak usah dibuat saja, membuang-buang anggaran. Buat perda itu kan ada anggarannya, untuk panitia khusus yang membahasnya. Biayanya pun besar. Hanya seolah-olah mereka bekerja dan menunaikan tugasnya saja," sindir Yusuf.

Kemudahan penanaman modal ini harus sejalan antara provinsi dan kabupaten/kota. Jangan dengan beralasan otonomi daerah, mereka bisa seenaknya saja tidak mengikuti perintah pemprov.

"Gubernur itu punya hak kok sesuai dengan undang-undang untuk mencoret anggaran pemkab/pemkot jika tidak patuh. Jangan bohongi kami ini sebagai pengusaha, pura-pura demi rakyat, tapi faktanya nol besar," katanya. (red/c1/dna)

Desa Adat Diuntungkan

Posted: 22 Feb 2015 07:49 PM PST

UU Sumber Daya Air Dibatalkan
JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (DPDT2) merasa lega dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan seluruh ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasalnya, pembatalan UU itu secara tidak langsung memperkuat posisi desa adat dan hak ulayat.

    Menteri DPDT2 Marwan Jawar mengatakan, putusan MK itu justru memperkuat keberadaan desa adat sebagaimana diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. ''Desa adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat itu bukan hanya mengacu prinsip genealogis, tetapi juga teritorial," kata Marwan dalam siaran pers ke media, Minggu (22/2).

    Mantan pimpinan panitia khusus (Pansus) RUU Desa itu menambahkan, Indonesia memiliki banyak desa adat dengan berbagai istilah.

Misalnya, ada ada huta atau nagori di Sumatera Utara, nagari di Sumatera Barat, marga di Sumatera Selatan, pekon dan tiuh di Lampung, pakraman di Bali, lembang di Toraja atau banua di Kalimantan.

    Marwan menegaskan, negara mengakui keberadaan desa adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun, lanjut menteri asal PKB itu, eksistensi desa adat dan hak ulayatnya selama ini sering kali diabaikan oleh kepentingan komersial dalam pengelolaan sumber daya alam.

    Karenanya, putusan MK itu sudah semestinya menjadi momentum untuk menguatkan desa adat yang selama ini tersisih dan hanya menjadi penonton saat di wilayah mereka terdapat kegiatan eksplorasi sumber daya alam.

Marwan menegaskan, sudah saatnya hak dan kepentingan desa adat lebih dihormati dan dilindungi dan masyarakatnya diberdayakan agar lebih berkembang dan sejahtera.

    ''Justru keberadaan desa adat harus terus diperkuat dan masyarakatnya harus lebih diberdayakan agar mampu memanfaatkan sumber daya alam di atas tanahnya yang telah diwarisi dari leluhur selama ratusan tahun," pungkas salah satu juru bicara Joko Widodo-Jusuf Kalla di pemilu presiden lalu itu. (jpnn/c1/dna)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELI DI SHOPEE

New