BELI DI SHOPEE

Senin, 06 Juli 2015

Omzet Pedagang Menurun

Omzet Pedagang Menurun


Omzet Pedagang Menurun

Posted: 05 Jul 2015 10:03 PM PDT

Biasanya Rp5 M, Kini Baru Rp1 M
BANDARLAMPUNG – Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara global yang merosot juga berdampak terhadap perniagaan di Pasar Bambu Kuning. Terutama, toko-toko pakaian yang ada di pasar tradisional terbesar di Kota Bandarlampung tersebut.

Biasanya setiap Ramadan, pedagang pakaian di Pasar Bambu Kuning meraup keuntungan hingga tiga kali lipat. Namun pada Ramadan tahun ini, mereka mengeluh lantaran pendapatannya tidak sama dengan tahun lalu.

Zulfikar, salah satu pedagang pakaian di Pasar Bambu Kuning, membenarkan jika pembeli tidak seramai tahun-tahun sebelumnya. ''Memang dari tahun ke tahun penjualan menurun. Beberapa bulan ini saya sudah nggak pakai karyawan. Tahun-tahun kemarin, saya masih bisa pakai 3 sampai 4 karyawan. Tetapi karena sekarang sepi, ya tidak pakai lagi," ujarnya kemarin.

Dia menilai sepinya pembeli pada Ramadan tahun ini lantaran bertepatan tahun ajaran baru. Selain itu, pertumbuhan pedagang pakaian yang cukup siginifikan hingga membuka toko di rumah dan berjualan secara online.

Senada disampaikan Ita, warga Kelurahan Sukajawa Baru, Tanjungkarang Pusat. Wanita yang berjualan pakaian sejak 1998 itu mengaku omzetnya menurun drastis pada tahun ini.

"Sampai 50 persen ada. Sepi yang beli. Malah dari sebelum puasa," akunya.

Pernyataan sama disampaikan Ajeng Oktarini, warga Jl. Buncis, Kecamatan Kemiling. Pedagang pakaian yang berjualan di lantai 1 Pasar Bambu Kuning ini mengatakan, tahun ini perolehan omzetnya menurun drastis. Biasanya setiap Ramadan omzetnya mengalami peningkatan dua hingga tiga kali lipat.

"Tapi bulan puasa sekarang ini memang agak lesu, sehari bisa bawa pulang Rp500 ribu saja sudah syukur," ucap wanita berkerudung ini.

Tidak jauh berbeda dengan Damsari Daud. Warga Jl. Ikan Salem, Kecamatan Telukbetung Selatan yang menjual pakaian anak dan dewasa ini juga mengeluhkan sepinya pembeli.

"Lagian sekarang ini banyak mal dan toko-toko baru, jadi semakin banyak pilihan sekarang," katanya.

Adanya penurunan omzet ini dibenarkan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Bambu Kuning Hairul Fauzi. Dia mengungkapkan, penurunan itu terlihat dari pembelian stok barang pedagang. Pertengahan Ramadan tahun lalu, pedagang masih mampu membeli stok barang 2 hingga 3 kali.

    "Setiap membeli barang, pedagang menurunkannya di depan pasar. Nah, dari situ kan kelihatan. Tahun ini, sudah pertengahan bulan puasa pun pedagang baru dua kali belanja," ujarnya kemarin (5/7).

    Kemudian untuk nilainya, tahun lalu setiap pembelian bisa mencapai Rp1–1,5 miliar. Jadi, total omzet yang didapat hingga menjelang Lebaran bisa mencapai Rp5 miliar. Sedangkan tahun ini setiap pembelian barang, paling tinggi hanya Rp1 miliar.

    "Jadi hitung saja, pembelian barang hanya dua kali dan setiap belanja paling tinggi Rp1 miliar. Paling sampai Lebaran nanti hanya bisa sampai Rp2 miliar," katanya.

    Namun, Fauzi memastikan penurunan omzet para pedagang Pasar Bambu Kuning ini tidak akan berpengaruh dengan penyetoran untuk kas daerah. Sebab, penarikan restribusi masih berjalan setiap hari dan masih diangka yang tidak memberatkan pedagang.

"Cuma Rp2.500–Rp4.000 tiap harinya. Masih terjangkaulah sama pedagang," lanjutnya.

    Fauzi menambahkan, jika penurunan omzet di Pasar Bambu Kuning juga dipengaruhi dengan bersamaan musim kebutuhan sekolah, karenanya kebutuhan sandang tidak terlalu menjadi prioritas.

    Namun, pihaknya berjanji terus meningkatkan kenyamanan pengunjung Pasar Bambu Kuning untuk menarik kembali minat warga Bandarlampung.

"Kalau eskalator jalan, AC juga berfungsi, kan pembeli juga jadi nyaman. Nah, itu juga bisa meningkatkan minat pembeli untuk berbelanja di sini. Saat ini kami sedang mengupayakan untuk meminta daya listrik ditambah," tukasnya.

    Terpisah, Kepala Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Bandarlampung Khasrian Anwar juga membenarkan jika kondisi pasar-pasar tradisonal yang menjual pakaian atau kebutuhan menjelang Lebaran tidak seramai tahun lalu.

    "Apalagi Pasar Bambu Kuning, menurun dibanding tahun lalu," katanya.

    Khasrian mempredikasi penurunan aktivitas ekonomi disebabkan berbagai faktor. Di antaranya mulai munculnya pusat perbelanjaan baru dan juga gerai-gerai pakaian ternama di sepanjang jalan Bandarlampung.

    ''Selain itu juga sekarang orang sudah bisa belanja lewat internet. Dibanding harus berdesak-desakan, mereka tentu memilih berbelanja via online. Walaupun masih ada sejumlah kalangan yang tetap berbelanja di Pasar Bambu Kuning," pungkasnya. (yay/cw8/c1/whk)


Benahi Kenyamanan dan Keamanan

PENGAMAT ekonomi asal Universitas Lampung Asrian Hendi Cahya menilai penurunan omzet pedagang Pasar Bambu Kuning karena dampak persaingan bisnis di Bandarlampung yang semakin ketat.

    ''Wajar memang kalau menurun. Perhatikan saja tiap jalan sudah ada toko pakaian. Belum lagi supermarketnya, lalu pasar-pasar kagetnya," ujar dia kemarin (5/7).

    Dengan semakin banyaknya pilihan tempat berbelanja, pembeli akan memilih lokasi yang lebih aman dan nyaman. Terlebih jika melihat kondisi Pasar Bambu Kuning yang tindak kriminalitasnya masih sering terjadi.

    ''Namanya pembeli kan membutuhkan pelayanan. Jika pelayanannya baik, pasti terjadi repeat order. Nah, ini yang menjadi PR (pekerjaan rumah, Red) bagi pengelola Pasar Bambu Kuning," jelasnya.

    Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah dari segi harga. Karena perilaku pembeli cenderung mencari perbandingan harga yang paling murah. Apalagi dengan persaingan diskon yang ditawarkan berbagai produk di supermarket.

Kemudian pihak pengelola pasar juga harus mulai berbenah untuk memperhatikan kenyamanan dan keamanan pengunjung. Pemerintah harus turut andil dan mengintrospeksi diri. Seperti masalah ketertiban, kebersihan, serta keamanan dan kenyamanan.

Pengamat ekonomi asal Universitas Lampung lainnya, Yoke Moelgini, mengatakan, penurunan omzet memang terjadi secara alami. Selain faktor dari luar berupa pertumbuhan sektor bisnis lain yang pesat, juga disebabkan faktor dari dalam, yakni kondisi pelayanan, keamanan, dan kenyamanan pasar itu sendiri.

"Sebagai pasar yang paling tua di Bandarlampung, tidak akan mungkin sampai tutup. Kalau menurun, itu sudah pasti terjadi. Tinggal sekarang pintar-pintar pedagang di sana untuk berkompetisi," jelasnya.

    Menurutnya, saat ini peran pemerintah dibutuhkan. Terutama untuk tetap menjaga aset penting bagi warga Bandarlampung. Dimulai kebijakan mengambil harga sewa toko dan retribusi pasar.

    "Dari segi kenyamanan pedagang juga harus diperhatikan. Omzet sudah menurun, tapi tetap kena harga sewa yang tinggi, harusnya ada kebijakan pemerintah. Barulah dinamakan pemerintah yang bisa merangkul rakyat," papar dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila ini. (yay/p2/c1/whk)

Poleik KAI, Pemkot Harus Turun Tangan

Posted: 05 Jul 2015 10:02 PM PDT

BANDARLAMPUNG – Polemik antara warga Panjang dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Subdivre III.2 Tanjungkarang berpotensi menimbulkan konflik jika tidak segera diantisipasi. Kalau masalah ini dibiarkan berkepanjangan, konflik secara anarkis bisa saja terjadi. Demikian disampaikan pengamat kebijakan publik Dr. Ahmad Suharyo kepada Radar Lampung kemarin (5/7).

    Menurut dia, sejak awal tindakan PT KAI telah menimbulkan keresahan. Ditambah lagi jika keputusan diambil sepihak. Maka kemungkinan masyarakat bersikap anarkis tidak terhindarkan.

    Dosen Universitas Bandar Lampung (UBL) ini melanjutkan, jika hal itu sampai terjadi, maka pihak yang akan dirugikan adalah PT KAI. Karena itu, PT KAI seharusnya bisa lebih santun dalam mengambil tindakan.

    ''Infonya, pemasangan plang ditunda setelah Lebaran. Nah, sebelum Lebaran itu seharusnya ada pertemuan lagi untuk mengambil jalan tengah. Intinya, jangan sampai diputuskan satu pihak," sarannya.

    Kemudian, Pemkot Bandarlampung seharusnya segera mengambil langkah antisipasi untuk menghindari pecahnya konflik terbuka. Ahmad menyoroti perebutan lahan antara warga dan PT KAI selama ini merupakan dampak dari ketidaktegasan pemerintah.

    ''Persoalan ini bisa saja terus terjadi, karena penyelesaiannya tidak tuntas," imbuhnya.

    Menurutnya, bentuk ketidaktegasan pemerintah terlihat pemerintah yang tidak jeli dalam mengamankan aset-aset milik pemerintah itu sendiri, salah satunya lahan kereta api PT KAI. Sehingga masyarakat mulai menempati aset yang terbengkalai itu, menetap hingga puluhan tahun.

    Senada disampaikan pengamat kebijakan publik asal Universitas Lampung Dr. Dedi Hermawan. Menurut dia persoalan ini memang sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan. Namun apabila tidak terpecahkan maka harus ada kepastian secara hukum.

Sebab menurutnya, persoalan mengenai perebutan tanah ini memang sangat rentan karena tanah merupakan kebutuhan dasar masyarakat.

    "Jika penyelesaiannya secara hukum, maka akan ada kepastian secara hukum pula dan berorientasi jangka panjang. Sehingga bisa mengantisipasi kemungkinan terjadinya konflik dikemudian hari," paparnya.

    Namun, sebelumnya warga maupun pihak PT KAI harus sama-sama menunjukkan dasar hukum masing-masing. Khususnya bagi PT KAI agar dapat lebih bijaksana untuk mengambil tindakan. Salah satunya dengan memberikan ruang dialog.

"Jika warga masih tidak puas juga bisa diteruskan ke proses hukum," lanjutnya.

    Pernyataan sama juga disampaikan pengamat sosiologi asal Unila Bartoven Vivit Nurdin. Dia menilai ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk dapat menyelesaikan masalah ini. Mulai dari bermusyawarah dan mufakat. Apabila tidak terpecahkan juga masih ada saluran lain yakni pengadilan.

    "Kita di sini merupakan warga hukum dan sudah seharusnya menjaga keharmonisan. Sebelum konflik ini berujung dengan kekerasan, ada baik dilakukan beberapa upaya-upaya tadi," ujarnya.

    Dia melanjutkan, jika masing-masing pihak saling bertahan karena memiliki dasarnya sendiri. Maka di sini peran pemerintah untuk muncul sebagai mediator. Selain itu juga peran dari kepolisian untuk meredam adanya potensi-potensi konflik.

    "Meski PT KAI ini instansi vertikal, pemkot punya andil. Sebab warganya juga perlu dijaga. Berilah ketegasan dan kepastian hukum agar mereka tidak panik dan resah," pungkasnya. (yay/c1/whk)

Rehab Anjungan, Pemprov Rogoh Kocek Rp800 Juta

Posted: 05 Jul 2015 10:01 PM PDT

BANDARLAMPUNG – Setelah rumah dinas, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bakal merehabilitasi anjungan setempat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. Untuk kepentingan itu, tahun ini dialokasikan anggaran sebesar Rp800 juta.

    Berdasarkan penelusuran Radar Lampung, rehabilitasi anjungan Lampung di TMII ini ternyata dilakukan setiap tahun. Pada 2013, misalnya.  Pemprov Lampung menganggarkan Rp250 juta. Lalu pada 2014 dialokasikan Rp750 juta. Pengerjaan rehabilitasi ini di bawah satuan kerja Dinas Pengairan dan Pemukiman Lampung.

    Sekretaris Provinsi Lampung Arinal Djunaidi mengatakan, anjungan Lampung di TMII memang tidak terlalu terawat dan kondisinya biasa saja. Untuk itu, menurut pejabat karir nomor satu di Lampung ini, upaya rehabilitasi anjungan diharapkan bisa memberikan daya tarik pengunjung untuk mengetahui lebih jauh tentang Sai Bumi Ruwa Jurai. Melalui langkah ini, lanjutnya, promosi potensi Lampung juga bisa lebih maksimal.

    Maka tidak heran bila tahun lalu Pemprov Lampung untuk kali pertamanya menggelar rapat koordinasi di anjungan TMII. Padahal biasanya rapat hanya dilaksanakan di Lampung. Pemprov berkilah, hal itu sebagai salah satu upaya untuk pemberdayaan anjungan.

    Arinal menyatakan dirinya telah berkoordinasi dengan seluruh sekretaris kabupaten/kota tentang pemanfaatan anjungan TMII ini. "Harus dilakukan secara bersama-sama. Fungsi anjungan itu sangat baik sekali sebenarnya untuk mempromosikan Lampung. Di anjungan ini dapat dipaparkan nilai budaya dan adat Lampung yang kaya karena tidak semua daerah memilikinya," jelasnya. Tulisan, bahasa, tarian, kesenian, data tradisi, dan lainnya, sambung Arinal harus dapat diekpose sehingga Lampung bisa lebih dikenal di level nasional dan internasional.

    Rehabilitasi yang dilakukan, ucap dia, memang dilakukan bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran Pemprov. Arinal menegaskan, pihaknya telah membagi tugas ke seluruh kabupaten/kota untuk pemanfaatan anjungan ini. Kemudian, jelas dia, pihaknya juga akan melakukan kontrol apakah tugas itu bisa dilaksanakan dengan baik atau tidak.

    Diketahui tahun lalu Pemprov Lampung secara mengejutkan melakukan rapat di TMII, Jakarta. Banyak pihak yang menyatakan hal ini hanya sebagai pemborosan anggaran di tengah keuangan daerah yang defisit. Namun seluruh pejabat Pemprov Lampung kompak membantah hal tersebut.

    Rapat yang digelar usai Hari Raya Idul Fitri itu diklaim sekaligus melakukan halal bihalal dengan masyarakat Lampung yang berada di luar daerah. Langkah ini juga sebagai upaya memasyarakatkan anjungan Lampung di TMII. Sebab dikatakan masih ada beberapa pejabat daerah yang belum pernah mengunjungi tempat tersebut.

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi III DPRD Lampung Ikhwan Fadhil Ibrahim berharap Pemprov Lampung harus dapat mengawal dan memastikan upaya itu tidak sia-sia. Apalagi anggaran yang digelontorkan cukup besar. "Dana yang dikeluarkan dapat memberikan feedback yang baik ke Lampung. ini bisa ditunjukkan dengan peningkatan PAD, jumlah wisatawan yang datang ke Lampung makin banyak, serta investasi juga meningkat," pesannya. (eka/p5/c1/fik)

Hari Ini, Musda DKL Digelar

Posted: 05 Jul 2015 10:00 PM PDT

Apriliani Yustin Ficardo Calon Kuat
BANDARLAMPUNG – Jika tidak ada aral melintang, rencananya Musyawarah Daerah (Musda) VII Dewan Kesenian Lampung (DKL) digelar di Balai Keratun, Pemprov Lampung, hari ini (6/7). Rencananya, musda diikuti 150 peserta dari kalangan seniman berbagai unsur seni, yaitu sastra, musik, tari, teater, seni rupa, film, dan seni tradisional.
Ketua Panitia Pelaksana Musda DKL VII Hari Jayaningrat melaporkan, selain memilih ketua umum dan membentuk kepengurusan periode 2015-2019. "Dalam musda ini juga akan dibahas organisasi AD/ART DKL, program kerja, dan rekomendasi," katanya.

Diketahui, salah satu figur yang dinilai tepat untuk memimpin DKL adalah Ny. Apriliani Yustin Ficardo. Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Lampung ini hampir dipastikan dipilih menjadi ketua umum DKL menggantikan Syafariah Widianti.

Yustin sendiri sudah menyatakan kesediannya untuk memimpin DKL.

Yustin bertekad membawa DKL eksis dan mampu bersinergi dengan komite-komite yang ada di institusi tersebut, baik dalam pembinaan seni rupa, seni musik, maupun tari.

"Untuk itu, aktivitas kesenian Lampung harus konsisten ditampilkan, dikemas dengan baik dan terus dilestarikan," ujar istri gubernur Lampung Ridho Ficardo ini belum lama ini.

Yustin juga berencana membawa kesenian Lampung melalui DKL ke panggung internasional. "Kita memiliki kerajinan lukisan yang digarap dengan serbuk kopi, produk-produk seni tradisi, seperti rudat, sekura, dan sastra tradisi lisan, sedangkan yang berupa kebendaan adalah tenun tapis, sulam usus, kerajinan buah gernuk yang merupakan ikon yang sangat kental dengan akar kebudayaan Lampung sehingga harus kita perkenalkan ke dunia," kata dia.  

Sementara, Gubernur Lampung Ridho Ficardo meminta DKL meningkatkan kinerjanya untuk mendorong dinamika kesenian di Lampung. Permintaan itu disampaikannya saat menerima panitia Musda DKL di ruang kerjanya Jumat (3/7).  Hadir dalam pertemuan itu Ketua Panitia Musda Hari Jayaningrat, Hermansyah G.A., Bagus S. Pribadi, dan Naning Widianti.

Ridho mengatakan, Lampung adalah provinsi yang kaya potensi, termasuk di bidang seni, bahasa, budaya, dan pariwisata. "Saya melihat seniman-seniman Lampung selalu punya peluang lebih untuk tampil secara nasional bahkan internasional. Kalau DKL kuat, semua potensi itu bisa berkembang dengan baik," ujarnya.

Industri pariwisata misalnya, tidak akan berkembang jika tidak didukung pengembangan kesenian dan kebudayaan. "Saya berharap DKL nanti bisa mendorong kreativitas para seniman musik, film, teater, sastra, dan lain-lain. Kalau kesenian di Lampung hidup, saya kira yang namanya pariwisata dan ekonomi kreatif akan ikut terdongkrak," katanya.

Ridho berharap DKL lebih berkontribusi dalam berbagai even seperti Festival Krakatau. "Akan bagus sekali kalau Festival Krakatau itu menampilkan berbagai pentas dari berbagai cabang seni dan melibatkan lebih luas lagi masyarakat. Sehingga, Festival Krakatau benar-benar menjadi festival rakyat Lampung dengan segala kemeriahan dan daya tarik tersendiri," harapnya.

Pada kesempatan itu, Ridho juga mendukung berbagai kegiatan DKL seperti festival jazz yang sempat sukses diselenggarakan dengan mendatangkan banyak musisi nasional dan internasinal ke Lampung.

"Saya setuju dua atau tiga tahun sekali diadakan festival jazz. Dikaitkan dengan Festival Krakatau juga bagus," sarannya. (rls/c1/whk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELI DI SHOPEE

New