BELI DI SHOPEE

Rabu, 16 September 2015

’’PTBA, Jangan Sekadar Janji!’’

’’PTBA, Jangan Sekadar Janji!’’


’’PTBA, Jangan Sekadar Janji!’’

Posted: 15 Sep 2015 11:12 PM PDT

Pencemaran Udara PTBA
BANDARLAMPUNG – Warga Batuserampok, Kelurahan Srengsem, Kecamatan Panjang, Bandarlampung, masih berharap manajemen PT Bukit Asam (PTBA) menindaklanjuti keluhan atas pencemaran udara. Yakni berupa polusi debu yang dihasilkan dari operasional tambang batu bara tersebut.

Pantauan Radar Lampung di lokasi kemarin (15/9), debu-debu pekat hitam seperti serpihan batu bara masih terlihat jelas di rumah-rumah warga. Bahkan, debu-debu tersebut sampai masuk rumah warga.

Saat akan masuk ke rumah warga bernama Hijriah (53), wartawan koran ini pun sampai tak boleh melepaskan sepatu. Sebab, debu-debu pekat hitam tersebut sampai dapur miliknya. Hijriah pun memperlihatkan gelas, piring, dan, penanak nasi listriknya penuh debu hitam. Bahkan, kursi biru yang diduduki Radar pun banyak serpihan debu hitam.

"Beginilah kondisinya, dari depan saja sudah terlihat kan? Padahal saya tidak pernah membuka pintu dan jendela saja seperti ini, debu yang masuk ke dalam rumah. Ini saya tak tahu apakah serpihan debunya juga masuk ke makanan yang saya masak," katanya.

Maka dari itu, kata dia, tak sedikit pun warga tergoda dengan tawaran dari perusahaan berupa 5 kilogram (kg) beras dan 1 kg gula, minyak, dan terigu per tahunnya. Sebab, warga sudah teramat sabar.

"Kita ini seperti disepelekan. Dengan beras dan lainya semua persoalan usai. Kami sudah cukup bersabar 30 tahun ini, kami sedih, pengen nangis karena kami ini ingin sekali hidup bersih dan sehat," sesalnya.

Bahkan ia menegaskan bahwa aksi yang dilakukan pada Senin (14/9) karena debu bukanlah hal yang direkayasa. "Kita sudah ikuti mau dari manajemen yang katanya komunikasi dan intinya komunikasi. Tapi apa? Kok nggak ada tanggepan sama sekali? Malah kita seolah dibuat harus terbuai dengan pemberian beras dan uang," sesalnya lagi.

Saat ini, warga menolak hal tersebut dan ingin kejelasan yang lebih baik atas permasalahan yang dihadapi. "Kita selama ini diem tapi sekarang tak tahan lagi. Memang ini titik puncak kami terlebih belum adanya keputusan dan rencana besok (hari ini) atau lusa kami akan aksi yang lebih besar lagi," kecamnya.

Senada disampaikan warga lainnya, Maliana (65), yang merasa diejek oleh manajemen PTBA.

''Mereka meminta waktu berapa lama lagi? Sudah 30 tahun kita berikan dan menikmati janji-janji manajemen. Janji yang sekadar janji tanpa bukti. Semua warga sudah mulai sakit-sakit dengan kondisi ini. Warga sudah mulai capek dengan rumah yang penuh debu yang harus disapu setiap 15 menit," kata dia.

Menurut dia, sikap manjemen yang meminta warga untuk menjaga komunikasi ini terkesan dijadikan ajang permainan.

"Mereka begitu menyepelekan, mereka tutup mata. Dianggapnya apa kami? Dan kami harus ke mana mengadu? Yang kami melakukan pengaduan malah diam dan tak ada di tempat, mereka bersembunyi, mungkin karena sudah menerima duit," geramnya.

    Sementara, tak ada satu pun orang dari manajemen PTBA yang bisa ditemui Radar Lampung untuk mengonfirmasi keluhan warga tersebut. Alasannya, yang berhak memberikan keterangan tidak berada di tempat.

    Terpisah, Anggota Komisi IV DPRD Lampung Watoni Noerdin menyayangkan sikap PTBA. Seharusnya, perusahaan tersebut merespons cepat keluhan tersebut. Terlebih, komisinya telah berulang kali memanggil hearing manajemen PTBA.

 "Kami sudah puas yang namanya bicara dengan PTBA, kami sudah melihat rencana kerja mereka yang dipaparkan. Dari perluasan areal hingga pemaparan mengatasi persoalan penumpukan batu bara yang menimbulkan polusi," kata dia.

Selain itu, tata cara dalam melakukan pengendalian dampak lingkungan yang katanya sudah dilakukan dengan menerapkan kawasan hijau. "Tapi itu kan penjelasan mereka. Kami butuh fakta dan sekarang baru dilakukan peninjauan oleh kami di lapangan. Dan kalau kami tinjau lagi pun pastinya belum ada perubahan," ujarnya.

Maka itu, pihaknya akan menunggu satu tahun kemudian untuk dapat melihat dan menilai apakah pernyataan yang disampaikan ke berjalan pembangunanya sesuai yang direncanakan.

''Ini kan debu ke mana-mana. Karena pengelolaanya tidak menerapkan dan memanfaatkan peristiwa alam dari darat ke laut. Tapi setiap saat hingga angin laut ke darat yang dilakukan juga menimbulkan debu masuk ke pemukiman. Jadi ke depan ada solusi cara yang lebih aman dalam mengelola batu bara," imbaunya. (goy/c1/dna)

Kota Waspada Kebakaran

Posted: 15 Sep 2015 11:04 PM PDT

Dua Bulan, 12 Hektare Lahan Dilalap Api
BANDARLAMPUNG – Di musim kemarau ini, warga Kota Bandarlampung harus lebih waspada terhadap bahaya kebakaran. Teranyar, kebakaran melanda lahan kosong seluas 2,45 hektare di Jl. Pekon Ampai, Keteguhan, Telukbetung Timur, pukul 14.30 WIB kemarin.

    Diduga api berasal dari puntung rokok yang dibuang sembarangan. Api puntung rokok itu lalu dengan cepat membakar rumput ilalang yang kering. Titik api awalnya terlihat di sekitar kebun pisang. Tepatnya di belakang sebuah gudang bekas penyimpanan minyak goreng.

    Ketua RT 01/Lk. II Keteguhan Yonan mengatakan, dari informasi warganya, api menjalar dengan cepat melalap ilalang kering. Ditambah lagi, angin yang cukup kencang menerpa.

    ''Pertama hanya melihat titik api, tetapi kemudian menjalar dengan cepat. Hampir seluruh lahan akan terbakar," kata Yonan kepada Radar Lampung.

    Bahkan, api hampir menyerempet ke pemukiman warga yang berada di Perumahan Tugu Sentoso. Beruntunng api berhasil dipadamkan oleh petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bandarlampung.

    Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Pencegahan Bencana BPBD Bandar Lampung Wisnu menjelaskan, kebakaran berlangsung kurang lebih 1,5 jam. Pihak BPBD menerjunkan dua mobil tangki berkapasitas masing-masing 6 ribu liter untuk memadamkan api.

    Menurut Wisnu, hingga kemarin, tercatat sudah ada delapan titik kebakaran lahan di kota. Total lahan terbakar mencapai 12 hektare.

    Titik kebakaran itu antara lain berada di bukit Kaliawi, lahan kosong di kelurahan Sukabumi, kelurahan Tanjung Senang dan tiga titik di kawasan hutan kota PKOR Way Halim.

    Wisnu mengatakan musim kemarau membuat potensi kebakaran lebih besar. Selain itu, pemicu kebakaran juga disebabkan kurangnya kesadaran warga menjaga lingkungan.

    "Kami menghimbau janganlah buang puntung rokok sembarang atau membakar sampah ditempat yang bisa menyebabkan potensi kebakaram. Mengingat kondisinya saat ini sedang seperti ini," pungkasnya. (yay/p5/c1/wdi)

Mosi Tak Percaya SMPN 24 Bandarlampung

Posted: 15 Sep 2015 11:03 PM PDT

Disdik Kumpulkan Guru
BANDARLAMPUNG – Mosi tak percaya atas kepemimpinan kepala SMPN 24 Bandarlampung berlanjut. Dinas Pendidikan (Disdik) Bandarlampung akhirnya turun tangan mengusut masalah itu. Dari informasi yang diperoleh Radar Lampung, sejumlah guru dikumpulkan dan diinterogasi oleh Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Kabid Dikdas) Tatang Setiadi kemarin. ''Ya memang dikumpulkan dan ditanya satu-satu mengenai kebenaran masalah itu," kata salah seorang guru yang enggan namanya dikorankan kemarin.

    Sayangnya, Tatang bungkam terkait hasil interogasi yang telah dilakukan pihaknya. Dia tak merespons panggilan telepon dan pesan singkat yang dikirimkan wartawan koran ini.

    Sementara, Kepala SMPN 24 Bandarlampung Helendrasari juga enggan berkomentar banyak. Dia sebelumnya menyatakan bakal membawa masalah mosi tak percaya tersebut ke ranah hukum. Saat ditemui di kompleks Disdik kemarin, dia hanya bilang difitnah.

    Helendrasari juga menemui Kepala Disdik Sukarma Wijaya untuk mengadukan masalah yang menderanya. ''Saya difitnah. Sekarang saya lagi menghadap Pak Kadis," katanya terburu-buru.

    Diketahui, disharmonisasi antara dewan guru dan kepala sekolah  merebak. Beberapa guru dan staf tata usaha di sekolah tersebut melayangkan mosi tidak percaya yang dituangkan dalam bentuk surat tertanggal 9 September dan ditandatangani 28 orang.

    Surat yang juga dikirimkan ke Radar Lampung Jumat (9/9) itu menyebutkan, ada 23 alasan mereka memosi tidak percaya Helendrasari. Di antaranya, RAPBS yang tidak transparan, hubungan dengan guru yang tidak harmonis, tanda tangan untuk kepentingan guru dipersulit.

    Kemudian bersikap arogan dan otoriter, guru dan TU tidak diberdayakan lantaran kepala sekolah membawa honorer dari luar, pembagian tugas yang tumpang tindih berdasarkan suka dan tidak suka.

    Lalu bendahara tidak dilibatkan dalam masalah pengelolaan uang, semua dana untuk sekolah dikuasai kepala sekolah (dana BOS, komite, rutin, dll). Honor guru dan TU tidak dibayarkan tepat waktu untuk Juni-Juli 2015.

    Alasan lainnya yakni karena sebagian besar kegiatan ekstrakurikuler tidak didana seperti kegiatan pramuka dan PMR di mana anak-anak menggunakan uang pribadi untuk membayar dan mengikuti kegiatan tersebut.

    Selain itu, adanya pemungutan uang kas untuk membeli peralatan kelas serta gorden yang seharusnya bisa diambil dana komite, siswa kelas VII, VIII, IX dipungut uang perpisahan namun kelas VII dan VIII tidak boleh hadir dalam kegiatan tersebut.

    Selanjutnya, seragam batik siswa kelas VII baru dibagikan setelah naik kelas VIII dan itu baru sebagian dan kejadian ini berulang setiap tahun. Lalu, adanya monopili dagang di lingkungan sekolah yakni uang slaar kantin yang dikenakan Rp10 ribu per hari yang memberatkan pedagang sementara penggunaan uang tidak jelas.

Produk yang dijual di kantin juga diatur kepala sekolah karena kepala sekolah membuka warung yang mengatasnamakan koperasi sekolah. Tahun 2013-2014 siswa ditarik uang bangunan sebesar Rp875 ribu dan tidak jelas penggunaannya.

    Fasilitas sekolah juga seperti bangku dan meja yang tidak layak tidak pernah diganti, kemudian kekurangan buku paket yang bisa dibeli dari dana BOS tidak pernah dilakukan dan fasilitas olahraga tidak memadai.

    Tidak ada laporan pertanggungjawaban pengeluaran dana komite dan pengurus komite tidak pernah diganti selama kepemimpinan kepala sekolah dan tahun ajaran 2015-2016 keluar edaran bahwa tidak ada rapat komite dengan wali murid dan rapat akan dilakukan 4 tahun sekali. (cw9/yay/p5/c1/wdi)

Sepuluh Tahun Tak Serahkan Fasum-Fassos

Posted: 15 Sep 2015 11:03 PM PDT

BANDARLAMPUNG – Aneh. Meski sudah 10 tahun berdiri, pengembang Perumahan CitraGarden baru menyerahkan fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum-fassos) ke Dinas Tata Kota (Distako) Bandarlampung Februari 2015 lalu. Kondisi ini tak pelak menuai sorotan dari kalangan DPRD Bandarlampung. Kalangan DPRD mempertanyakan lambatnya penyerahan fasum-fassos tersebut. Padahal, perumahan elite itu sudah berdiri sejak 2005.

    Karenanya, dalam penilaian Yuhadi, anggota Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota, ada yang salah dalam pengelolaan dan penyediaan fasum-fassos rentang sejak berdirinya CitraGarden hingga sekarang.

    Menurut Yuhadi, DPRD kota saat ini memang tengah menyoroti berbagai persoalan yang timbul akibat kurangnya pengelolaan fasum dan fassos. Termasuk salah satu yang disoal adalah Perumahan CitraGarden.

    ''Seperti penyediaan rumah ibadah, itu kan fasilitas sosial yang semua orang butuh dan pasti menggunakannya. Masak sejak 10 tahun berdiri tidak pernah dibangun. Berarti kan ada yang salah," katanya kepada Radar Lampung kemarin.

    Yuhadi juga meminta supaya pihak pemerintah juga bertindak tegas. Terlebih setelah ada laporan-laporan keluhan dari warga. ''Jadi jangan karena mereka perumahan besar lalu bisa semaunya," tandas dia.

    Saat ini, lanjutnya, DPRD membuka pintu bagi warga yang hendak mengadu terkait persoalan yang ditimbulkan oleh Perumahan CitraGarden. Setelah itu, pihaknya juga berencana memanggil manajemen CitraGarden.

    Terpisah, Kepala Distako Bandarlampung Efendi Yunus membenarkan jika pengembang CitraGarden baru menyerahkan fasum dan fassos untuk dikelola pemkot pada Februari tahun ini.

    Isinya berupa52 titik lampu Penerangan Jalan Umum (PJU), lahan kawasan Citra Garden seluas 259.534 ha, terdiri dari lahan untuk rumah ibadah, lahan pemakaman umum, ruang terbuka hijau dan lainnya.

    "Iya itu sudah diserahkan kepada kami, sekita bulan Februari tahun ini,"katanya.

    Namun, Efendi Yunus memilih bungkam saat ditanya mengapa baru sekarang Citra Garden menyerahkan fasum-fassos setelah 10 tahun berdiri.

    Diketahui, developer Perumahan CitraGarden kembali buka suara terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 9 Tahun 2009 lantaran tidak membangun rumah peribadatan di perumahan tersebut kemarin (14/9).

    Pihak developer mengklaim sudah menyiapkan lahan untuk pembangunan rumah peribadatan. Kemudian, pembangunan musola Ar-Rahman yang berada di cluster brandwood dibangun di atas lahan Citra Garden. Selain itu dalam pembangunannya, manajemen perumahan itu juga turut membantu kendati ada juga dana swadaya dari warga perumahan. (yay/p5/c1/wdi)

 

Dana Perbaikan Jembatan Timbang, Dewan Kukuh Terlalu Besar

Posted: 15 Sep 2015 11:01 PM PDT

BANDARLAMPUNG – Komisi III DPRD Bandarlampung kembali angkat bicara soal dana perbaikan jembatan timbang. Legislator menilai Rp50 juta tetap terlalu besar. Sekretaris Komisi III Muchlas E. Bastari berharap anggaran tersebut bisa diefisienkan lagi. Sisa anggarannya, lanjut dia, dapat dialokasikan untuk pekerjaan lain.

    ''Itu kan uang rakyat, maka sebisa mungkin penggunaannya efisien. Menurut pengkajian kami, dana Rp 500 juta itu masih telalu besar," katanya.

    Karenanya pihaknya akan tetap berencana melakukan pemeriksaan fisik jembatan timbang tersebut dan membuktikan titik kerusakan. Bahkan jika perlu, mereka juga akan memanggil pihak konsultan teknik yang ditunjuk oleh Dinas Perhubungan (Dishub).

    "Biar para konsultan itu juga ikut menjelaskan. Kami hanya ingiu tahu bagaimana perhitungan mereka sehingga bisa sebesar itu," terangnya.

    Pihaknya menolak jika pihak Dishub mengajak untuk duduk bersama terlebih dahulu. Terlebih dahulu mereka akan melakukan sidak, setelah baru membahasnya bersama.

    "Jangan kebalik dong, ya harus turun lapangan dulu. Baru setelah dibahas bersama,"lanjutnya.

    Terpisah, Kepala Dishub Rifa'i mengatakan pihaknya telah melakukan pemeriksaan untuk mengetahui kerusakan tersebut. Pemeriksaan dilakukan dengan penunjukkan langsung konsultan teknik independent dari Universitas Bandarlampung.

    "Kami telah menunjuk konsultan teknik, yang kami nilai memang memiliki kapasitas. Tidak hanya dari UBL, ada juga dari Unversitas lainnya seperti Unila, Intinya pengajuan anggaran telah melalui perhitungan dari kami," katanya.

    Konsultan Teknik Perbaikan Jembatan Timbang Juniardi menjelaskan, kerusakan jembatan timbang milik Pemkot Bandarlampung terjadi pada pondasi jembatan.

Menurutnya, posisi pondasi pada tiang pancang jembatan tidak stabil, sehingga tidak dapat menimbang dengan akurat. Karena dikhawatirkan bertambah parah, maka operasional jembatan dihentikan.

    "Tidak ada cara lain, kalau memang mau diperbaiki harus secara total. Dibongkar ulang kemudian diperbaiki. Sebab percuma jika hanya harus diperbaiki bagian atasnya saja," papar Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Bandar Lampung tersebut.

    Dia menjelaskan, untuk perbaikan secara total membutuhkan dana sebesar Rp1,2 miliar. Namun pihak Dishub meminta perhitungan ulang untuk lebih mengefisisensikan anggaran.

    ''Setelah dihitung ulang, tanpa mengganti besi pijakan yang baru. Itu membutuhkan dana sebesar Rp770 juta," ungkapnya.

    Sementara, Manajer Humas PT Pelindo II Deni Sanjaya yakin selama ini pengelolaan telah berada dalam sistem yang benar. ''Silakan kalau mau memeriksa. Kami selalu siap kok. Kami kan perusahaan besar dan selalu diaudit," tegasnya Senin (14/9) lalu.

    Dia juga membantah pihaknya melakukan kesalahan perhitungan pendapatan pada jembatan timbang milik pemerintah daerah yang dikelola perusahaannya. ''Kami hanya menetapkan sesuai tarif yang diberlakukan," tandasnya. (yay/p5/c1/wdi)

Hindari ’’Kencing” BBM, Patra Niaga Ubah Sistem

Posted: 15 Sep 2015 11:00 PM PDT

Dari Manual ke Komputerisasi
BANDARLAMPUNG – Komisi IV DPRD Lampung menggelar hearing dengan PT Pertamina Depot Panjang, UPT Meterologi, Hiswanamigas, dan PT Patra Niaga kemarin (15/9). Ini untuk mengatasi maraknya kasus tangkap tangan sopir tangki bahan bakar minyak (BBM) yang ''kencing" di jalan hingga merugikan pemilik stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Dalam pertemuan di ruang rapat komisi DPRD kemarin, Site Supervisor Patra Niaga Reza Purwana mengatakan, pihaknya sebagai anak perusahaan Pertamina hanya bertugas menyalurkan BBM hingga SPBU.

Dalam mencegah pengurangan volume BBM yang dibawa oleh para sopir tangki di dalam perjalanan, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya dengan mengubah sistem kerja pengisian BBM. Yaitu dengan cara manual ke komputerisasi.

"Kami sudah melakukan perubahan sistem manual menjadi komputerisasi. Salah satunya dengan membuat terobosan sistem Online Distribution Info (ODI)," kata dia.

Sistem online tersebut bisa diakses pemilik SPBU mulai dari depot hingga sampai SPBU tujuan. "Sistem ini dalam waktu dekat akan segera kami launching. Selain itu kami juga memasang GPS (global positioning system) di setiap unit mobil tanki untuk mengurangi kecurangan," kata dia.

Pihaknya pun mengaku tak segan-segan dalam memberikan efek jera kepada sopir yang bertindak culas dengan memberikan sanksi berat dari pemecatan hingga dipolisikan.

"Sampai saat ini sudah ada sekitar 50 sopir yang kami pecat karena ketahuan melakukan kecurangan dan sebagian kami proses hukum, tapi tidak ada efek jera. Sebab selama ada oknum aparat yang membekingi, mau dipasang GPS, maupun teknologi canggih lainnya, tidak akan ada gunanya," tukasnya.

Kepala Bidang SPBU Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Lampung Budiono secara blak-blakan mengatakan, kasus tangki BBM milik Patra Niaga yang "kencing" di jalan dibekingi oleh oknum petugas, baik dari TNI maupun Polri.

"Kalau masih ada beking yang dibiarkan seperti ini, maka masalah ini akan sangat sulit diatasi.  Artinya, apakah ada pihak yang berani menutup pangkalan BBM "kencing" itu? Sebab itu kami mohon bapak-bapak di DPRD ini bisa mengatasi tempat-tempat ilegal itu. Kami punya datanya karena kami sudah beberapa kali melakukan tangkap tangan," harapnya.

Selain itu, ia menjelaskan, keuntungan yang menggiurkan itu juga yang membuat terus suburnya bisnis ilegal pencurian BBM hingga merugikan pemilik SPBU.

"Keuntungan dan perputaran uang per hari yang mencapai ratusan juta inilah yang memicu hal ini terjadi dan akibatnya sangat sulit diberantas. Jadi ke mana lagi kami harus mengadu soal ini?" tanyanya.

Masih kata dia, Hiswana Migas  Lampung sebagai konsumen Pertamina yang bertugas menyalurkan BBM ke masyarakat berharap Patra Niaga yang mengantarkan BBM ke SPBU agar tepat waktu, tepat mutu dan tepat jumlah.

Sebab itu, pihaknya meminta agar mobil-mobil tanki milik Patra Niaga harus ditera ulang setiap tahun. "Dari tahun 2012 soal pengiriman ini sudah bermasalah, banyak kami dapati mobil tangki volumenya tidak pas. Setiap pengiriman rata-rata berkurang mencapai 270 liter. Coba bayangkan berapa banyak SPBU di Lampung dan berapa total kerugianya," rincinya.

Kehilangan volume muatan BBM  tersebut, kata Budi, seharusnya menjadi tanggungjawab Patra Niaga sebagai perusahaan yang mengantarkan BBM ke SPBU. Namun faktanya, Patra Niaga sering lepas tangan dan menyalahkan sopir. Sedangkan sopir bermain dengan oknum aparat yang menbekingi pangkalan kencing ilegal.

"Ini kan sebenarnya bukan domain Hiswana Migas untuk mengatasinya, tetapi kami terpaksa turun karena kami yang dirugikan. Seharusnya ini tanggung jawab Patra Niaga," tegasnya.

Perwakilan UPT Meterologi Lampung, Ferry Nugraha, mengatakan, pihaknya bersama Hiswana Migas, Pertamina, dan disaksikan Patra Niaga setiap tahun selalu melakukan tera ulang.

"Persoalannya ini kan sopirnya yang bermain, mereka mengotak-atik tengki dan dibekingi, ini yang jadi masalah. Bila tidak diotak-atik, kami yakin volume tidak akan berkurang," jelasnya.

Senada disampaikan Kepala Depot Pertamina Panjang Purwanta yang mengatakan, sudah berupaya semaksimal mungkin melakukan antisipasi terhadap kecurangan pengiriman BBM. Di antaranya dengan menggunakan sistem komputerisasi dalam pengisian BBM saat di depot Pertamina.

Selain itu, konsumen SPBU bisa mengajukan komplain terhadap volume BBM yang dikirim kurang dan akan diganti. "Yang mengganti itu nantinya pihak Patra Niaga dan klaimnya ke kami," ujarnya.

Disinggung mengenai langkah dan komitmen Pertamina untuk memberangus beking-beking yang bermain dalam kasus ini, Purwanta terkesan menghindar. "Soal itu bukan kewenangan kami. Pertamina fokus tanggung jawabnya adalah mengeluarkan BBM dari depot. Saat keluar dari depot bukan tanggung jawab kami lagi," kilahnya.

Ketua Komisi IV DPRD Lampung  Imer Darius yang memimpin hearing menyatakan, persoalan tersebut sudah lama terjadi. Namun berbagai pihak tidak berdaya dalam menghadapi para oknum aparat yang menjadi beking.

"Anehnya para oknum ini bisa melegalkan BBM ilegal ini dan dijual ke perusahaan-perusahaan atau pihak ketiga. Mereka beli dengan cara spanyol (separo nyolong), saya punya buktinya, karena saya juga bagian dari korban. Tapi kok tidak bisa diberangus? Masak negara kok kalah dengan preman?" herannya.

Imer mengungkap, satu SPBU bisa mengalami kerugian hingga Rp1 miliar per tahun.

"Jelas ini angka kerugian yang sangat luar biasa dan tidak bisa dibiarkan. Untuk itu kami minta langkah konkret dan komitmen bersama dalam melawan oknum ini. Di sini ada oknum marinir maupun polisi yang bermain, ini harus kita terobos. Kami harap ada kesungguhan dari masing-masing untuk menyelesaikan ini," pungkasnya. (goy/c1/dna)

Komisi I Fasilitasi Keinginan Petani

Posted: 15 Sep 2015 10:58 PM PDT

BANDARLAMPUNG – Komisi I DPRD Lampung akan mengakomodasi keinginan petani Kota Baru, Lampung Selatan (Lamsel). Yaitu untuk mencari titik temu atas curahan hati petani yang disampaikan saat hearing di ruang rapat DPRD kemarin (15/9).

Sebanyak 30 perwakilan petani yang hadir dari Desa Gedungagung, Sinarrezeki, Purwotani, dan Sidoarjo, Kecamatan Jatiagung, Lamsel. Serta Desa Sindanganom, Lampung Timur. Mereka datang ke DPRD bersama tim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung.

Mereka diterima Ketua Komisi I Ririn Kuswantari serta anggota Mardani Umar, I Made Suarjaya, Apriliati, Karlina, dan Azwar Safarudin. Perwakilan petani juga disambut anggota DPRD dari daerah pemilihan Lamsel Agus Revolusi.

Pada kesempatan tersebut, beberapa petani menyampaikan harapannya terkait lahan Kota Baru yang belum dikelola dalam bentuk kelanjutan pembangunan.

Maryono, petani asal Purwotani, Lamsel, mengatakan, warga sekitar sudah sejak 1960 menempati lahan Kota Baru dan menggarap sebagai mata pencarian sebagai tani.

Lalu pada 1970, PT Segoro menggunakan lahan dengan status Hak Guna Usaha (HGU) dan memiliki sisa pengelolaan selama 20 tahun yang digunakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kemudian pergi tanpa permisi.

"Atas hal itu lahan tak terurus. Lalu, petani kembali mengelola dalam bentuk penghijauan," kenangnya.

Dia melanjutkan, saat pertama kali Kota Baru akan dibangun, lahan diminta untuk dikosongkan. "Namun, ketika tidak dilanjutkan maka ada kesepakatan lahan kembali dikelola oleh petani dengan cara tumpang sari," katanya. Petani pun tidak akan menuntut hak lahan tersebut.

"Kalau toh digunakan kami siap mundur. Karena pada pemerintahan sebelum gubernur M. Ridho Ficardo pun demikian janji kami, sehingga diperbolehkan menanam, tapi tidak tanaman kayu keras," kata dia.

Maka itu, daripada lahan yang belum dibangun kembali terbengkalai, maka dengan rasa hormat petani meminta sementara waktu untuk menjaga lahan tersebut agar tidak menjadi semak belukar dan tempat maksiat.

Senada disampaikam koordinator petani, Nurrohman. Menurut warga Desa Sinar Rezeki, Lamsel, ini, petani dibuat resah oleh beredarnya surat dari pemerintah provinsi (pemprov) yang meminta untuk tidak boleh menanam dengan berbagai syarat.

Petani juga dibuat resah oleh adanya satuan tugas (satgas) pengamanan lahan Kota Baru yang kerap melakukan intimidasi terhadap petani.

"Sedangkan 80 persen warga di sana hidupnya bergantung di lahan tersebut sebagai petani. Kalau sampai tidak boleh menggarap, nasibnya gimana dan tanggung jawab siapa?" tanyanya.

Nurrohman berharap hearing kemarin berbuah solusi. Agar saat ini petano memiliki penghasilan untuk melanjutkan pendidikan anak-anak. Jadi, kata dia, ini untuk kepentingan perut, bukan yang lain. Karena jika tidak diakomodasi, kemungkinan seluruh warga dengan anak dan istri akan kembali ke DPRD untuk menanyakan nasib mereka ke depan.

"Tolong kabari kami, kabari bagaimana nasib kami," kata dia.

Ia pun memastikan petani tidak akan menuntut hak atas lahan tersebut. Ketika pembangunan akan dilanjutkan, dengan sukarela mereka akan pergi meninggalkan lahan tersebut tanpa menuntut ganti rugi.

Kepala Divisi Penelitian LBH Bandarlampung Alian Setiadi menjelaskan, petani hanya ingin menggarap lahan yang tidak dimanfaatkan. "Jadi ada komitmen menjaga, bukan menghaki. Karena petani pun khawatir ketika lahan dibiarkan setengah tahun saja, maka akan menjadi semak belukar dan tindak kejahatan semakin tinggi di lokasi tersebut," katanya.

Jadi, akan ada surat tertulis sebagai bentuk kesepakatan petani agar sama-sama jelas dan tidak ada yang dibohongi. "Petani ini yang benar-benar mengarap lahan. Mereka siap meninggalkan lahan ketika terjadi pembangunan tanpa meminta ganti rugi. Jadi jangan yang benar-benar penggarap terusir, tapi oknum kepentingan bisnis tidak terusik," tandasnya.

Sementara, Agus Revolusi menyatakan akan berusaha menyampaikan suara rakyat di dapilnya tersebut kepada eksekutif dan ia yakin bisa. "Jadi ini intinya saya gunakan dulu. Jadi saya akan bantu perjuangan ini selama petani komit tidak akan ada business to business dan tidak akan kembali ribut ketika pembangunan dilanjutkan," kata dia.

Sebab, ia merasa tak akan ada maslaah ketika petani memang akan pindah dari lahan milik aset pemprov tersebut ketika pembangunan akan dilanjutkan.

''Nanti saya coba bantu. Saya kan dari Partai Demokrat. Beberapa perwakilan Demokrat juga ada di komisi I. Gubernurnya juga dari Demokrat, jadi nanti ini saya sampaikan sebagai bentuk kebutuhan, bukan pemanfaatan," janjinya.

Ririn selaku pemimpin hearing menyatakan, ketika komisi I berhasil mendorong pemprov untuk mempersilakan lahannya dikelola, petani tidak lupa akan janjinya untuk tidak menghambat laju pembangunan di lokasi tersebut.

''Tapi ini belumlah kesimpulan. Karena masih ada tahapan selanjutnya terkait surat menyurat dan harapan warga yang datang ini. Namun kita tetap mencari jalan keluarnya," janjinya.

Selain itu, pihaknya perlu mendengarkan pendapat dari pemprov agar ada keseimbangan dan keakuratan data. "Jadi memang ini tidak ada yang keliru dalam melindungi aset. Tapi memang ini ada masalah yang harus dicarikan win-win solution-nya," pungkasnya. (goy/c1/dna)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELI DI SHOPEE

New